DEMOKRASI.CO.ID - Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Padang, Feri Amsari menilai keputusan Jaksa Penuntut Umum menuntut eks Ketua BEM Universitas Cenderawasih, Ferry Kombo, 10 tahun penjara sangat berlebihan. Ferry Kombo didakwa dengan pasal makar dalam aksi rasa di Kota Jayapura, Papua pada Agustus 2019 lalu.
“Berlebihan. Masak makar? ada-ada saja. Apa sih kekuatan ketua BEM menjatuhkan pemerintahan yang sah?” kata Feri Amsari kepada Indonesiainside, Senin (8/6).
Feri menilai tindakan Ferry Kombo merupakan wujud dari kebebasan berekspresi yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Setiap warga bisa menyuarakan aspirasinya di depan umum, termasuk mengkiritik kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
“Saya pikir setiap kritik tidak bisa dimaknai makar. Tuntutan itu berlebihan menurut saya. Adalah kebebasan seseorang menyampaikan pendapat dan pikirannya. Itu dijamin UUD 1945. Orang ribut 21-22 maret lalu tidak ada tuh dituntut makar,” tutur Feri.
Feri menegaskan, penegak hukum harus mengambil keputusan sesuai aturan yang tertera dalam UUD 45. “(Kritik) dilindungi dan dijamin UUD 1945. Tindakan mengabaikan perlindungan konstitusi adalah perlawanan terhadap UUD 1945,” ucap dia.
Sebelumnya, Ferry Kombo didakwa pasal makar dengan tuntutan 10 tahun penjara. Hal itu diutarakan Ferry dalam video yang diunggah pengacara hak asasi manusia (HAM), Veronica Komah, melalui akun Twitter pribadinya.
“Kalau betul apa yang kami perbuat lalu dituntut seperti itu kami terima, tapi ini betul-betul tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan pada saat samo juga maupun dalam persidangan,” ujar Ferry dalam video itu. Ferry meminta dukungan, terutama kepada para mahasiswa untuk menyuarakan pembebasan para terdakwa. “Agar pada saat keputusan vonis nanti kami bebas, kami mohon dukungan,” ucap dia.
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum menuntut Ferry dan enam tahanan politik Papua lainnya dengan hukuman bervariasi. Ketua BEM universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex Gobay dituntut 10 tahun penjara, Hengky Hilapok dituntut 5 tahun penjara, Irwanus Urobmabin dituntut 5 tahun penjara.
Kemudian, Wakil Ketua II badan Legislatif United Liberation Movement for West papua (ULMWP) Buchtar Tabuni dituntut 17 tahun penjara, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay dituntut 15 tahun penjara, dan Ketua Umum Komite Nasional Papua barat (KNPB) Agus Kossay dituntut 15 tahun.
Ferry dan keenam rekannya itu kini dititipkan di Rumah Tahanan Klas II B Balikpapan, Kalimantan Timur dengan alasan keamanan. Mereka menjalani proses peradilan dengan berkas yang berbeda satu sama lain di Pengadilan Negeri Balikpapan sejak januari 2020 lalu. (*)