DEMOKRASI.CO.ID - Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) kembali ramai diperbincangkan. Teranyar, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerukan menolak RUU itu jika TAP MPRS XXV/1966 Tentang pembubaran PKI tak dimasukkan dalam RUU itu.
Penolakan yang sama lebih dulu diserukan NasDem, PPP, PAN, dan PKS. Merespons hal itu, PDIP sebagai fraksi pengusul akhirnya berubah pikiran dan kini setuju penolakan paham komunisme dimasukkan dalam konsideran RUU HIP.
"Terhadap materi muatan yang terdapat di dalam Pasal 7 RUU HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang kristalisasinya dalam Ekasila, PDI Perjuangan setuju untuk dihapus," kata Hasto kepada wartawan, Minggu (14/6).
"Demikian halnya penambahan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme serta bentuk khilafahisme, juga setuju untuk ditambahkan."
Hasto berpandangan berbagai pendapat berkaitan dengan RUU HIP tersebut menunjukkan kuatnya kesadaran terhadap Pancasila sebagai dasar yang mempersatukan bangsa.
"Akan sangat bijak sekiranya semua pihak kedepankan dialog. Sebab dialog, musyawarah dan gotong royong adalah bagian dari praktik demokrasi Pancasila," ujarnya.
Lebih lanjut, Hasto menegaskan, Pancasila yang digali dari bumi Indonesia adalah saripati kepribadian bangsa yang sarat dengan tradisi gotong royong dan musyawarah.
"Atas dasar hal tersebut, maka terkait dinamika, pro-kontra yang terjadi dengan pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), sikap PDI Perjuangan adalah mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat. Musyawarah untuk mufakat adalah praktik demokrasi Pancasila," kata Hasto.
Di parlemen, PPP, PKS, PAN, dan NasDem sejak awal keras meminta agar TAP MPRS XXV/1966 itu dimasukkan sebagai konsideran 'mengingat'. RUU itu sudah siap untuk dibahas dan sudah ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR melalui rapat paripurna tanggal 12 Mei lalu. []