DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah telah menggalakkan rapid test masal untuk melakukan deteksi awal terhadap masyarakat yang memiliki gejala virus Corona (Covid-19). Nah ternyata, rapid test ini tidak semuanya tercover anggaran pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan.
Pasalnya, anggaran yang diberikan pemerintah hanya kepada rumah sakit yang ditunjuk resmi dalam menangangani dan menjalankan rapid test massal. Hal itu telah dilakukan oleh beberapa rumah sakit swasta yang menghadirkan tes rapid massal.
"Jadi ini bisa menjadi bisnis baru untuk para pedagang rapid test, karena akan meningkatkan permintaan alat rapid test," ujar Ketua Gabunga Perusahaan Farmasi Vincent Harjanto di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Dia pun melanjutkan, produsen rapid test di luar negeri juga sudah banyak sekali. Hal ini tentu akan semakin memurahkan pembelian produk alat rapid test.
"Karena banyak jadi harga produk impornya sekitar USD3-4 (atau di bawah Rp60 ribu, kurs Rp14.000)," katanya.
Melihat harga impor rapid test itu, sangat berbanding terbalik dengan harga yang harus dibayarkan masyarakat ketika melakukan tes cepat deteksi Corona ini. Harga tes rapidnya berkisaran ratusan ribu.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, pemerintah telah menganggarkan dana Rp695,2 triliun. Dari total anggaran itu, sebesar Rp87,55 triliun untuk anggaran kesehatan. Anggaran tersebut sudah masuk mengenai rapid test massal.
"Kebutuhan anggaran tersebut sudah termasuk untuk peralatan kesehatan, test rapid, laboratorium, penanganan pasien, dan insentif tenaga medis, dan lainnya," Kata Askolani, Senin (22/6/2020).
Sayangnya, ketika ditanya soal besaran anggaran untuk rapid test, Askolani tak bisa membeberkan.
"Detilnya bisa ditanyakan ke Kementerian Kesehatan," tandasnya. []