DEMOKRASI.CO.ID - Mantan Kepala BIN AM Hendropriyono diadukan ke Polda Kalbar terkait pernyataannya menyebut Sultan Hamid II pengkhianat. Pihak keluarga Sultan Hamid menyebut pernyataan Hendro tidak tepat.
Hendropriyono mengatakan setiap tahun pihak keluarga mengajukan Sultan Hamid II sebagai pahlawan nasional. Hendro selalu menentang pengajuan itu.
"Saya nasihati jangan. Dia itu bukan pahlawan kok," kata Hendro kepada wartawan, Selasa (16/6/2020).
Hendro menyebut keluarga Sultan Hamid II bergerak di dunia maya untuk menyesatkan opini publik dan hendak mempolitisasi sejarah. Dia juga menyebut pengakuan bahwa Sultan Hamid II adalah perancang Burung Garuda adalah palsu belaka.
"Pengakuan mereka palsu bahwa Sultan Hamid II Alkadrie perancang simbol Negara Burung Garuda. Perancangnya itu dulu tim. Dia hanya koordinatornya. Keputusan burung gambarnya begitu adalah oleh Dwi Tunggal Sukarno-Hatta. Bukan dia. Hakikat simbol adalah frasa Bhinneka Tunggal Ika, tapi itu kan karangan Mpu Tantular abad IV, bukan juga karangan dia," papar Hendro.
Hendro juga menyebut dirinya dituduh rasis oleh pihak keluarga. Dia membantah tuduhan ini.
"Mereka menuduh sewenang-wenang saya sebagai rasialis. Bagaimana mungkin itu, wong saudara semenda saya juga banyak orang Arab. Jangan ngomong sembarangan ah," ujar Hendro.
"Hamid Algadrie (alm) saya kenal baik dan hormati sangat tinggi. Dia perintis kemerdekaan. Anaknya Maher adalah sahabat saya. Sadik Alkadrie juara judo nasional adalah binaan saya. Fuad Bawazier sudah seperti saudara sama saya. Quraisy Shihab sahabat saya banget yang pernah dalam satu kabinet. Dari mana ujung pangkalnya menuduh saya rasialis?" sambung Hendro.
Hendro mengatakan tak tahu menahu soal video berjudul 'Pengkhianat, Kok Mau Diangkat Jadi Pahlawan? | Part 1 A.M Hendropriyono' yang tayang di channel Youtube Agama Akal TV. Dalam video itu, Hendro menyebut Sultan Hamid II tak senang Indonesia menjadi negara kesatuan dan lebih senang bentuk federalis karena tetap ingin menjadi Sultan Pontianak. Soal video tersebut, Hendro mengatakan seharusnya yang diadukan pengunggah video.
"Ya marah dong sama yang mengunggah, jangan marah sama saya orang tua. Saya wajib mengingatkan kalau mau dengar, kalau nggak mau ya gapapa. Jangan marah sama orang tua, bisa kualat. Video yang membuat namanya saya lupa, tapi para pemuda muslim yang mewawancarai saya dengan iktikad baik, saya tanggapi apa adanya. Pertanyaannya juga wajar, karena terkait usulan rutin seseorang untuk jadi pahlawan nasional," pungkas Hendro.
Ketua Yayasan Sultan Hamid II Pontianak, Ansari Damyati, dalam pernyataan sikapnya di Pontianak, Senin (15/6) kemarin, menegaskan pernyataan Hendropriyono itu sangat menyinggung hati masyarakat Kalbar.
"Pernyataan atau opini yang dikeluarkan oleh Hendropriyono melalui media sosial sangat tidak bijak dan tidak tepat, karena Sultan Hamid II tidak terbukti melakukan makar. Meski, akhirnya ia dipenjara 10 tahun atas tuduhan berkomplot melakukan penyerangan bersama Angkatan Perang Ratu Adil yang dipimpin Westerling di masa Revolusi Nasional Indonesia," ujar Ansari seperti dilansir Antara.
Sultan Hamid II disebut Ansari sangat berjasa terhadap bangsa ini, karena karyanya sebagai pencipta lambang negara. "Sebagai pencipta lambang negara, Sultan Hamid II telah diusulkan agar mendapat gelar kepahlawanan sejak tahun 2016 hingga 2019, namun usulan itu selalu dijegal. Padahal segala persyaratan sudah dipenuhi, mulai dari kajian ilmiiah, seminar hingga persyaratan administrasi sudah disampaikan ke Kementerian Sosial," katanya.
Antasari mengatakan penolakan pahlawan terhadap Sultan Hamid II karena dianggap terlibat dengan Westerling, kemudian Sultan Hamid II masih diragukan sebagai perancang lambang negara secara tunggal.
"Kami nyatakan, bahwa faktanya adalah ada masukan dari Sukarno, dari KH Dewantara, dan lain-lain. Artinya, mereka memberi masukan dalam proses pematangan atau penyempurnaan lambang negara itu, namun perancang tetaplah satu, yaitu, Sultan Hamid II itulah faktanya," ujarnya.
Dia pun membantah tuduhan Hendropriyono yang menyebutkan ada upaya politisasi sejarah bangsa dibalik pengajuan nama Sultan Hamid II sebagai pahlawan bangsa.
"Selama ini, kami tidak pernah melakukan upaya politisasi sejarah bangsa, yang kami lakukan adalah meluruskan sejarah bangsa Indonesia, yakni meluruskan yang kusut atau lainnya," katanya.
Antasari mengatakan usulan pengajuan gelar kepahlawanan untuk Sultan Hamid II lahir berdasarkan fakta yang diungkap secara penelitian, dan fakta-fakta ilmiah juga harus diakui.
"Faktanya, Sultan Hamid adalah perancang lambang negara yang sudah diakui oleh semuanya dan rasa nasionalisme Sultan Hamid begitu besar dan pantas sebagai pejuang Indonesia," katanya. (*)