logo
×

Senin, 06 Juli 2020

Komedian Pengkritik Pemerintah Diculik di Siang Bolong di Kamboja

Komedian Pengkritik Pemerintah Diculik di Siang Bolong di Kamboja

DEMOKRASI.CO.ID - Sitanan Satsaksit sedang bicara di telepon dengan adik laki-lakinya, Wanchalearm, ketika ia mendengar suara seperti tabrakan di ujung sambungan telepon.

Sitanan pikir Wanchalearm tertabrak mobil. Lalu ia di telepon mendengar adiknya berteriak dalam bahasa Khmer, yang ia tak mengerti.

Ternyata saat itu adiknya diculik.

Saksi mata mengatakan ada sekelompok pria bersenjata menggelandang Wanchalearm ke dalam sebuah mobil warna hitam.

Ketika Wanchalearm meminta tolong, orang-orang mendekat, tapi para penculik menghalau mereka, lalu kabur.

Sitanan yang kebingungan sempat mendengar suara adiknya bergumam tak jelas dari sambungan telepon selama 30 menit. Lalu telepon itu mati.

Penculikan ini terjadi di Kamboja.

Wanchalearm Satsaksit, 37 tahun, adalah seorang pegiat pro-demokrasi Thailand yang tinggal di Kamboja sejak 2014.

Ia adalah orang kesembilan yang menjadi korban penghilangan paksa dalam beberapa tahun terakhir lantaran mengkritik pemerintah Thailand.

Beberapa di antara mereka ditemukan tewas dimutilasi di dalam karung.

Wanchalearm yang juga dikenal dengan nama Tar ini banyak bicara soal hak LGBT di Thailand lebih dari 10 tahun lalu.

Pelan-pelan ia melebarkan kritik ke soal demokrasi di Thailand, kata Sunai Phasuk, peneliti senior di Human Rights Watch Asia yang juga teman Wanchalearm.

Wanchalearm meninggalkan Thailand ketika ada tanda ia akan dibungkam sesudah mengkritik kudeta militer tahun 2014 yang dipimpin Jenderal Prayuth Chan-ocha. Ia kemudian tinggal di Phnom Penh, Kamboja.

Dari Kamboja, ia masih terus menampilkan dirinya secara daring, mengkritik pemerintah Thailand dengan cara humor.

"Ia melihat dirinya sebagai satiris, mirip dengan komedian politik, kata Sunai.

"Ia banyak mengolok-olok junta militer Thailand, meledek Jenderal Prayuth yang saat itu memimpin kelompok kudeta. Ia meledek para jenderal lain.

"Dialek yang digunakannya adalah dialek Thailand timur laut, yang merupakan daerah miskin. Ia sengaja melakukannya untuk memperlihatkan orang biasa bisa saja meledek orang berkuasa, kata Sunai lagi.

Wanchalearm SatsaksitHilangnya Wanchalearm memunculkan amarah di Thailand. (Getty Images)

Gurauan Wanchalearm mendapat perhatian.

Bulan Juni 2018, pihak berwenang Thailand mengeluarkan perintah penahanan Wanchalearm berdasarkan tuduhan pelanggaran Undang-Undang Kejahatan Komputer yang mengkriminalisasi tulisan yang dianggap menimbulkan keonaran melalui laman Facebook.

Polisi bertekad membawanya ke Thailand.

Wanchalearm hanya satu dari banyak eksil Thailand yang bicara keras dari negara tetangga. Namun kenyataannya kegiatan ini semakin berbahaya.

Sekurangnya delapan orang pegiat pro-demokrasi telah lenyap sejak kudeta 2014.

Jenazah eksil yang kritis Chatcharn Buppawan and Kraidej Luelert ditemukan terbuka isi perutnya dipenuhi oleh beton di sungai Mekong di perbatasan dengan Laos tahun lalu.

Jakrapob PenkairJakrapob Penkair mengasingkan diri sejak 2009. (Getty Images)

Tentara Thailand mengatakan tak tahu menahu apa yang terjadi.

Jakrapob Penkair, yang menjadi juru bicara pemerintah di bawah Thaksin Shinawatra, perdana menteri yang pernah digulingkan, juga pernah mendapat ancaman pembunuhan.

Ia berteman dengan Wanchalearm.

Jakrapob mengatakan ia kaget akan hilangnya temannya itu karena kritik Wanchalearm tergolong ringan. Ia hampir tak melihat kemungkinan Wanchalearm masih hidup.

"Menurut saya pesannya adalah: bunuhi saja orang-orang ini. Mereka orang luar, mereka berbeda dengan kita dan harus dibunuh untuk mengembalikan Thailand ke kehidupan normal, kata Jakrapob.

Hilangnya Wanchalearm menimbulkan protes di Bangkok. Demonstran menuduh pemerintah Thailand terlibat, sekaligus meminta pemerintah Kamboja melakukan penyelidikan penuh.

Wanchalearm SatsaksitKalangan demonstran menuding pemerintah Thailand terlibat dalam hilangnya Wanchalearm Satsaksit. (Getty Images)

#SaveWanchalearm sempat trending di Twitter Thailand sesudah penculikan terjadi.

Tagar "#abolish112" juga dicuitkan lebih dari 450.000 kali. Ini mengacu ke Pasal 113 di hukum pidana Thailand yang menyatakan: "Siapapun yang mencemarkan nama baik, menghina atau mengancam Raja, Ratu, Pewaris Tahta atau Wali akan dihukum penjara tiga sampai 15 tahun.

Banyak pembangkang yang hilang dituduh melanggar pasal itu.

Banyak pegiat yakin penculikan ini terkait dengan istana, tetapi hukum yang ketat terkait komentar negatif terhadap monarki membuat kaitan ini terlalu bahaya untuk diselidiki.

Juru bicara pemerintah Thailand Narumon Pinyosinwat mengatakan kepada BBC: "Kami tak tahu apa yang terjadi padanya.

"Kami tak melakukan apa-apa terkait menginvasi ke negara lain. Mereka punya hukum dan aturan sendiri, katanya.

"Yang bisa menjawab adalah pemerintah Kamboja karena mereka tahu apa yang terjadi di negara itu terhadap orang ini.

Prayut Chan-ocha, Hun SenPM Kamboja Hun Sen (kanan) memeluk PM Thailand, Prayuth Chan-ocha. (Getty Images)

Menjawab pertanyaan oposisi di parlemen, Menteri Luar Negeri Thailand, Don Pramudwinai, mengatakan Wanchalearm tidak punya status suaka politik, maka Thailand harus menunggu Kamboja menyelesaikan penyelidikan mereka.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Kamboja tidak menjawab permintaan untuk berkomentar.

Juru bicara kementerian Kehakiman berkata kepada Voice of Democracy pekan lalu bahwa penyelidikan sedang dilakukan untuk memastikan "apakah berita ini benar atau tidak.

Brad Adams, Direktur Asia Human Rights Watch mengatakan: "Kamboja dan Laos jelas telah memalingkan muka karena kini ada Sembilan eksil Thailand yang diculik dan kemungkinan dibunuh oleh orang-orang tak dikenal."

Pemerintah Thailand mengejar "imbal beli dengan dua negara tetangga, kata Adams, menuduh Bangkok membuat Thailand tidak bisa dimasuki oleh tokoh oposisi Kamboja.

Sunai Phasuk mengatakan Kamboja harus sepenuhnya menyelidiki apa yang terjadi dengan Wanchalearm jika mereka ingin dipandang sebagai negara yang "telah berkembang dari masyarakat tanpa hukum menuju negara hukum".

"Kejahatan seperti ini tak boleh terjadi di siang hari bolong. Ini ujian buat Kamboja, katanya.

Namun Sitanan masih punya sedikit harapan bisa melihat Wanchalearm dalam keadaan hidup, dan sedang berupaya memahami mengapa orang berniat membunuh adiknya itu.

"Saya ingin tahu, kalau seseorang punya pendapat, apakah ia harus dihukum keras? katanya.

"Ia tidak merampok siapapun, tidak memperkosa. Ia hanya berpikir dengan cara berbeda. Perlukah membunuhnya? (dtk/bbc)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: