logo
×

Minggu, 12 Juli 2020

PAN soal Diksi New Normal Diganti: Seolah-olah Sudah Normal

PAN soal Diksi New Normal Diganti: Seolah-olah Sudah Normal

DEMOKRASI.CO.ID - Pemerintah mengganti istilah 'new normal' menjadi 'adaptasi kebiasaan baru'. Ketua DPP PAN, Yandri Susanto menyebut penggunaan istilah 'new normal' banyak masyarakat yang menganggap kondisi telah normal seperti sebelum ada Corona.
"New Normal itu direspon atau diterjemahkan oleh masyarakat seolah-olah sudah normal kembali seperti sediakala sebelum ada COVID. Artinya masyarakat sudah tidak peduli dengan protokol kesehatan atau bahaya yang mengancam terpaparnya Corona itu sendiri," kata Ketua DPP PAN, Yandri Susanto kepada wartawan, Sabtu (11/7/2020).

Dia menuturkan diksi 'new normal' telah diterjemahkan salah oleh masyarakat terlihat dari masyarakat yang mulai tidak tertib menjalankan imbauan pemerintah terkait protokol kesehatan. Hal itu yang membuat penanganan Corona di Tanah Air kini semakin terasa rumit.

"Saya survei kecil-kecilan anggapan mereka sudah tidak ada lagi persoalan dengan Corona dan itu sangat disayangkan kalau pemahamannya seperti itu. Artinya kita memutus mata rantai Corona semakin rumit dan sulit," ujar Yandri.

Dia mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam berkomunikasi dengan masyarakat, termasuk dalam memilih kata-kata. Menurutnya, penggunaan kata yang tepat bukan saja untuk istilah 'new normal'. Melainkan juga dalam berkomunikasi soal bantuan-bantuan sosial bagi masyarakat.

"Hati-hati cara berkomunikasi pemerintah kepada rakyatnya apalagi memakai bahasa asing," katanya.

"Misalkan komunikasi tentang bantuan sosial, itu juga harus hati-hati yang dipahami masyarakat semua masyarakat terdampak itu mendapatkan bantuan, BLT, sembako, sementara tidak semua tidak mendapatkan bantuan," sambungnya.

Yandri mengatakan kurva kasus positif Corona di Indonesia masih terus naik dan tidak tahu kapan akan berakhir. Untuk itu, kata dia, segala pesan dari pemerintah harus disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh seluruh masyarakat agar tidak terjadi persoalan baru.

"Jadi cari bahasa yang gampang dipahami dan itu bisa dipahami masyarakat apa maunya pemerintah gitu loh. Jangan sampai pemerintah menyampaikan new normal, di masyarakat sudah normal. Jangan sampai nanti dengan bahasa adaptasi ya menurut masyarakat situasi sudah biasa-biasa saja, karena ini akan menjadi persoalan baru," katanya.

Sebelumnya diberitakan, juru bicara pemerintah untuk penanganan Corona (COVID-19), dr Achmad Yurianto, mengungkapkan ada diksi yang salah di kata 'new normal'. Dia menilai diksi yang benar adalah adaptasi kebiasaan baru.

"Diksi new normal itu sebenarnya di awal diksi itu segera kita ubah, waktu social distancing itu diksi yang salah, dikritik langsung kita ubah, new normal itu diksi yang salah, kemudian kita ubah adaptasi kebiasaan baru tapi echo-nya nggak pernah berhenti, bahkan di-amplify ke mana-mana, gaung tentang new normal itu ke mana-mana," ujar Yuri di launching buku 'Menghadang Corona' di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (10/7).

Kenapa pemerintah mengganti kata new normal? Sebab, kata Yuri, jika tagline new normal dipakai, maka masyarakat akan fokus ke kata 'normal'-nya saja. Tidak pada 'new' atau pembaruannya.

"Kemudian yang dikedepankan bukan new-nya malah normalnya. New-nya itu jalan nggak tahu echo-nya, jadi belakangan, tok normal, ini yang nggak... Padahal ini sudah kita perbaiki, dengan adaptasi kebiasaan baru," jelas Yuri.(dtk)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: