
DEMOKRASI.CO.ID - Prof Jimly Ashiddiqie menilai, gerakan moral sejumlah tokoh yang tergabung dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia alias KAMI perlu didengar untuk Indonesia.
“Saya rasa KAMI itu kita dengarkan. Kelompok yang kecewa,” ujarnya kepada JPNN, Selasa (4/8/2020).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini juga meminta semua pihak agar tak menilai negatif KAMI.
“Ya tidak apa-apa itu didengar saja enggak usah dimaki-maki. Tidak usah di bully. Itu kan tokoh terhormat semua, kita hormatilah,” kata Jimly,
Hanya saja, anggota DPR RI itu kurang sreg dengan pemilihan diksi untuk menamai gerakan yang dimotori Din Syamsuddin itu.
“Tentu ada soal pilihan diksi,” ujarnya.
Diksi yang dimaksud Jimly adalah ‘menyelamatkan’ yang menuturnya sangat tidak tepat.
“Saya sendiri merasa dengan memilih kata-kata ‘menyelamatkan’, artinya ini enggak selamat ini negara,” ungkapnya.
Karena itu, Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu menilai diksi yang dipilih terlalu berlebihan.
“Itu mungkin berlebihan. Tetapi ini kan soal penilaian orang per orang,” lanjut tokoh kelahiran Palembang, Sumatera Selatan ini.
Kendati demikian, Jimly menekankan bahwa dibutuhkan kesediaan semua pihak untuk saling mendengarkan.
Tidak hanya untuk teks kata-kata yang tersurat dari gerakan KAMI, namun juga yang tersirat.
“Yang jelas keperluan saling mendengar. Di balik teks kata-kata ada apa ini? Jadi bukan teks kata-katanya. Itu yang penting,” jelasnya.
Hanya saja, Jimly kembali menekankan ketidaksetujuannya atas diksi ‘menyelematkan’ yang dinilainya sangat tidak cocok dengan kondisi yang ada.
“Memangnya sekarang sudah enggak selamat apa? Hehe. Kayak sudah mau bubar gitu lho, negara ini. Ya enggak sampai sebegitulah,” tutur Prof Jimly.
Meski begitu, mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini juga menekankan, pemerintah tetap harus mendengarkan ekspresi dan pendapat dari kelompok manapun.
Apalagi, lanjut Jimly, sederet tokoh yang tergabung dalam KAMI memang bukan orang sembarangan.
“Ini tokoh-tokoh bukan orang sembarangan. Ada Rizal Ramli, ada Pak Din Syamsuddin, ketua dewan pertimbangan MUI. Ya jangan diabaikan,” ucapnya.
Kemunculan KAMI, tambah Prof Jimly, hanya satu contoh saja dari banyak kelompok yang ada.
Pada intinya, semua ingin didengar aspirasinya oleh pemerintah.
“Ya perlu didengar apa mau mereka. Saya sendiri kan tidak tahu (aspirasinya),” tuturnya.
“Saya kenal semua, cuma kan barangkali yang tersurat dan tersirat pasti beda. Ya didengarkan,” tandasnya.
Untuk diketahui, sejumlah tokoh sebelumnya mendeklarasikan KAMI.
Mereka di antaranya Din Syamsuddin, Rocky Gerung, Refly Harun, Ichsanuddin Noorsy dan Abdullah Hehamahua.
Tak ketinggalan Said Didu, Kwik Kian Gie, Bachtiar Chamsyah sampai MS. Kaban.
Deklarasi itu dilakukan di kawasawan Fatmawati, Jakarta Selatan, Minggu (2/8/2020).
Din Syamsuddin mengatakan, KAMI merupakan gerakan moral untuk menyelamatkan Indonesia.
“KAMI, pada pemahaman saya adalah sebuah gerakan moral seluruh elemen-elemen dan komponen bangsa lintas agama, suku, profesi, kepentingan politik kita bersatu, kita bersama-sama sebagai gerakan moral untuk menyelamatkan Indonesia,” ujar Din saat deklarasi.
Menurut Din, masih banyak tokoh lain yang mendukung KAMI tapi belum bisa hadir.
Di antaranya mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo, Rachmawati Soekarnoputri dan ekonom senior, Rizal Ramli.
Din mengatakan, tokoh-tokoh ini bakal hadir dalam acara KAMI selanjutnya.
“Saya yakin ormas-ormas Islam juga bersepakat, belum ada yang mewakili, mungkin saya sebagai ketua Wantim MUI begitu pula ormas atau majelis agama lain semuanya tadi pagi menghubungi,” tandas Din Syamsuddin.