
DEMOKRASI.CO.ID - Politisi PDIP Kapitra Ampera menilai salah satu poin maklumat Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) merupakan sinyal memakzulkan presiden Jokowi.
Sinyal pemakzulkan Jokowi termaktub dalam poin 8 maklumat KAMI yang berbunyi: Menuntut Presiden untuk bertanggung jawab sesuai sumpah dan janji jabatannya serta mendesak lembaga- lembaga negara (MPR, DPR, DPD dan MK) untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya demi menyelamatkan rakyat, bangsa dan negara Indonesia.
Menurut Kapitra, komponen MPR itu adalah DPR dan DPD. Kalau lembaga ini menyatu, maka tujuannya adalah melaksanakan sidang istimewa. Kalau sidang istimewa itu terlaksana, maka legitimasinya keputusan sidang itu harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Apakah ini sebuah sinyal untuk diadakan sidang istimewa atau di-impeachment-nya presiden hari ini yaitu dimakzulkan? Apakah kelompok ini ingin menjatuhkan pemerintahan yang sah hari ini? Dalam kondisi seperti sekarang ini? dengan segala argumentasi yang dibangun, yang diberikan kepada masyarakat yang belum tentu kebenarannya,” cetus Kapitra dalam ILC TvOne, Selasa malam (18/8).
“Cara-cara seperti ini harusnya dihindarkan kalau kita bersepakat antara rakyat dan pemerintah bahwa negara ini harus maju,” tambah Kapitra.
Seperti diketahui, KAMI mengeluarkan 8 maklumat saat deklarasi di Tugu Proklamasi Jakarta, Selasa pagi (18/8).
Berikut ini 8 butir Maklumat KAMI:
1. Mendesak penyelenggara negara, khususnya Pemerintah, DPR, DPD, dan MPR untuk menegakkan penyelenggaraan dan pengelolaan negara sesuai dengan (tidak menyimpang dari) jiwa, semangat dan nilai Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, dan diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2. Menuntut Pemerintah agar bersungguh-sungguh menanggulangi pandemi Covid-19, untuk menyelamatkan rakyat Indonesia dengan tidak membiarkan rakyat menyelamatkan diri sendiri, sehingga menimbulkan banyak korban, dengan mengalokasikan anggaran yang memadai, termasuk untuk membantu langsung rakyat miskin yang terdampak secara ekonomi.
3. Menuntut Pemerintah bertanggung jawab mengatasi resesi ekonomi untuk menyelamatkan rakyat miskin, petani dan nelayan, guru/dosen, tenaga kerja bangsa sendiri, pelaku UMKM dan koperasi, serta pedagang sektor informal, daripada membela kepentingan pengusaha besar dan asing.
4. Menuntut penyelenggara negara, khususnya Pemerintah dan DPR, untuk memperbaiki praktek pembentukan hukum yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Kepada Pemerintah dituntut untuk menghentikan penegakan hukum yang karut marut dan diskriminatif, memberantas mafia hukum, menghentikan kriminalisasi lawan-lawan politik, menangkap dan menghukum berat para penjarah kekayaan negara.
5. Menuntut penyelenggara negara untuk menghentikan sistem dan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta sistem dan praktek oligarkhi, kleptokrasi, politik dinasti, dan penyelewengan/ penyalahgunaan kekuasaan.
6. Menuntut penyelenggara negara, khususnya Pemerintah, DPR, DPD dan MPR untuk tidak memberi peluang bangkitnya komunisme, ideologi anti Pancasila lainnya, dan separatisme serta menghentikan stigmatisasi kelompok keagamaan dengan isu intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme serta upaya memecah belah masyarakat. Begitu pula mendesak Pemerintah agar menegakkan kebijakan ekonomi dan politik luar negeri bebas aktif, dengan tidak condong bertekuk lutut kepada negara tertentu.
7. Menuntut Pemerintah untuk mengusut secara sungguh- sungguh dan tuntas, terhadap pihak yang berupaya melalui jalur konstitusi, mengubah Dasar Negara Pancasila, sebagai upaya nyata untuk meruntuhkan NKRI hasil Proklamasi 17 Agustus 1945, agar tidak terulang upaya sejenis di masa yang akan datang.
8. Menuntut Presiden untuk bertanggung jawab sesuai sumpah dan janji jabatannya serta mendesak lembaga- lembaga negara (MPR, DPR, DPD dan MK) untuk melaksanakan fungsi dan kewenangan konstitusionalnya demi menyelamatkan rakyat, bangsa dan negara Indonesia.