logo
×

Minggu, 18 Oktober 2020

Berikut Pernyataan Bank Dunia soal UU Cipta Kerja

Berikut Pernyataan Bank Dunia soal UU Cipta Kerja

 


DEMOKRASI.CO.ID - Pandangan berbeda ditunjukkan Bank Dunia terkait UU Cipta Kerja. Meski mendapat sejumlah penolakan di dalam negeri, Bank Dunia menyatakan dukungannya kepada Pemerintah Indonesia soal UU Cipta Kerja.

Mereka menyebut UU Cipta Kerja tersebut sebagai upaya reformasi besar yang dapat menjadikan Indonesia lebih kompetitif dan mempunyai daya saing.

Selain itu, UU Cipta Kerja, menurut Bank Dunia, ditujukan untuk mendukung cita-cita jangka panjang bangsa menjadi masyarakat yang sejahtera.

“Ini dapat mendukung pemulihan ekonomi yang tangguh dan pertumbuhan jangka panjang di Indonesia,” ujar Bank Dunia dalam pernyataannya.

Dengan menghapus pembatasan yang berat pada investasi dan keterbukaan Indonesia untuk bisnis, Bank Dunia menilai produk hukum sapu jagad tersebut dapat menarik investor, menciptakan lapangan kerja, dan membantu Indonesia memerangi kemiskinan.

“Penerapan UU secara konsisten akan menjadi penting dan akan membutuhkan peraturan pelaksanaan yang kuat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” imbuhnya.

Bank Dunia pun berkomitmen untuk bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam reformasi ini, menuju pemulihan ekonomi dan masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berikut isi lengkap pernyataan tersebut:

“Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja merupakan upaya reformasi besar-besaran untuk menjadikan Indonesia lebih berdaya saing dan mendukung cita-cita jangka panjang bangsa untuk menjadi masyarakat yang sejahtera. Ini dapat mendukung pemulihan ekonomi yang tangguh dan pertumbuhan jangka panjang di Indonesia. Dengan menghapus pembatasan yang berat pada investasi dan menandakan bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis, ini dapat membantu menarik investor, menciptakan lapangan kerja dan membantu Indonesia memerangi kemiskinan. Pelaksanaan Undang-Undang secara konsisten akan menjadi penting dan akan membutuhkan peraturan pelaksana yang kuat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta upaya bersama oleh Pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya.

Bank Dunia berkomitmen untuk bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam reformasi ini, menuju pemulihan ekonomi dan masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Terkait dengan pernyataan Bank Dunia ini, Presiden Jokowi juga mengunggah dalam laman media sosial Twitter-nya.

Pemberitaan media asing

Serikat Masyarakat Miskin Indonesia (SRMI) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2020). Mereka menolak pengesahan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja.

Serikat Masyarakat Miskin Indonesia (SRMI) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2020). Mereka menolak pengesahan omnibus law Undang-undang Cipta Kerja.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Selain Bank Dunia, sejumlah media luar negeri juga pernah menyoroti persoalan omnibus law UU Cipta Kerja tersebut.

Diantaranya yakni New York Times, Bloomberg, Reuters, CNN, dan Channel New Asia.

New York Times, misalnya menurutkan setidaknya dua berita mengenai omnibus law Cipta Kerja, yaitu pada 2 Oktober dan 5 Oktober 2020.

Adapun judulnya adalah Indonesia’s Stimulus Plan Draws Fire From Environmentalists and Unions dan Indonesia’s Parliament Approves Jobs Bill, Despite Labor and Environmental Fears.

Keduanya menggambarkan adanya pertentangan pada UU tersebut.

Pada berita yang diturunkan pada 2 Oktober, omnibus law juga disebut sebagai ominbus bill.

“Pendukung omnibus bill mengatakan akan menarik investor dengan memangkas regulasi bisnis, mempercepat persetujuan proyek, dan menghilangkan banyak persyaratan perizinan,” tulis New York Times, 2 Oktober.

Selain itu juga menuliskan hanya dua parpol yang tidak setuju dengan disahkannya UU itu.

“Dengan dukungan tujuh dari sembilan parpol Parlemen, anggota parlemen dengan mudah mengesahkan ukuran stimulus 905 halaman yang bertujuan untuk menarik investasi dengan memangkas peraturan yang terdapat di hampir 80 undang-undang terpisah,” tulis New York Times (5/10/2020).

Seputar UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR mendapat pro kontra di tengah masyarakat.

Sesudah pengesahan, sejumlah aksi demo memprotes UU tersebut terjadi di beberapa daerah.

UU tersebut diprotes karena beberapa alasan, di antaranya karena pasal-pasal di dalamnya dinilai merugikan para buruh.

Mengutip Kompas.com (17/10/2020) Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan mengatakan, publik saat ini lebih percaya dengan konten terkait UU Cipta Kerja yang beredar di media sosial, padahal menurutnya beberapa informasi yang tersebar adalah hoaks.

“Saya juga susah menjelaskan kepada publik karena kita lebih percaya dengan dunia medsos, yang beredar di media sosial,” kata Irfan dikutip dari Kompas.com, Sabtu (17/10/2020).

Menurut Irfan beberapa hal yang masuk dalam kategori hoaks di antaranya soal ketiadaan pesangon bagi pekerja yang terkena PHK hingga hak cuti.

“Banyak informasi yang kita dapatkan di medsos tentang hal-hal yang negatif, apalagi tentang klaster ketenagakerjaan. Terkait misalnya pesangon tidak ada lagi, cuti, dan sebagainya,” tutur Irfan.

Selain itu, sejak resmi disahkan menjadi UU pada 5 Oktober lalu, keberadaan draf UU Cipta Kerja menjadi pertanyaan.

Sebab, baik publik maupun anggota DPR belum dapat mengakses naskah UU tersebut.

Sebelumnya, pimpinan Badan Legislasi sempat membagikan draf RUU Cipta Kerja dengan nama penyimpanan ” 5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja-Paripurna” kepada awak media . Disebutkan dokumen setebal 905 halaman itu yang disebut disahkan di dalam rapat paripurna.

Namun pada Senin (12/10/2020) pagi, beredar draf lain dengan nama penyimpanan ” RUU CIPTA KERJA-KIRIM KE PRESIDEN” setebal 1.035 halaman. Selanjutnya pada Senin malam, beredar draf berbeda setebal 812 halaman dengan nama penyimpanan “RUU CIPTA KERJA – PENJELASAN”.

Artikel Asli

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: