DEMOKRASI.CO.ID - Pembina Komite Pemangku Kepentingan dan Kebijakan Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ali Mochtar Ngabalin menangis saat menceritakan penangkapan Edhy Prabowo.
Seperti diketahui, Ali Ngabalin salah stau saksi mata yang melihat langsung penangkapan Edhy Prabowo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (25/11/2020) dini hari.
Ali merupakan salah satu orang yang ikut rombongan Menteri KKP Edhy Prabowo ke Amerika Serikat.
Cerita penangkapan Edhy Prabowo yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut disampaikan Ali Ngabalin di acara Mata Najwa bertema 'Kesaksian Ngabalin saat Menteri Edhy Terjaring OTT KPK (Part 1)', Rabu (25/11/2020).
Saat diwawancarai Najwa Shihab selaku host Mata Najwa, Ali Ngabalin mengaku ikut dalam rombongan sang menteri sebagai pembina Komite Pemangku Kepentingan dan Kebijakan Publik.
Lembagai itu bentukan Menteri Edhy Prabowo untuk membangun kembali komunikasi sekaligus menjaring aspirasi nelayan.
Ali juga mengaku tahu semua apa yang dilakukan dan bertemu dengan siapa saja Menteri Edhy Prabowo selama di Amerika Serikat.
"Saya tahu semua, siapa yang ketemu, apa yang dibicarakan," ujarnya.
Soal penangkapan di Bandara Soetta, Ali juga meluruskan beberapa berita yang dianggapnya tidak benar.
Di antaranya, penangkapan diberitakan terjadi di pesawat dan dilakukan di pintu pesawat.
"Itu berita menyesatkan," katanya.
Saat penangkapan, Ali menyebut, KPK membangun komunikasi yang bagus, bicara dengan Edhy Prabowo lebih dahulu.
"Pak Edhy juga sangat kooperatif," ujarnya.
Namun, sebelum penangkapan berlangsung, Ali mengatakan, penyidik KPK menyiapkan jalur khusus untuknya.
Kemudian, KPK berkomunikasi dengan Edhy Prabowo, istrinya dan beberapa anggota rombongan lainnya dari KKP.
"Itu adalah informasi penting yang harus disampaikan, sehingga tidak digambarkan seperti orang itu melakukan tindakan yang sungguh sangat tidak menghargai hak-hak asasi manusia," tambahnya.
"Saya ingin mengatakan, kepada media, saya dikatakan diborgol kemudian dibawa ke gedung KPK, ini semua berita menyesatkan publik," ucap Ali.
Mengapa dia diberi jalur khusus oleh KPK, Ali mengatakan, lembaga antirasuah itu sudah punya daftar yang hendak dimintai keterangan dan diajak bicara.
"Makanya kami dikasih jalur lain. Makanya paspor saya tidak diambil KPK, paspor saya diambil protokol KKP," bebernya.
Dalam kesempatan itu, Ali juga tak luput memuji Menteri Edhy Prabowo.
"Saya mengerti apa yang dilakukan Bapak Menteri untuk melakukan lobi internasional. Termasuk di Ocean Institute Hawaai Pacific University untuk kepentingan pengembangan KKP.
Saya bilang, seumpama bapak perlu memanggil saya ke KPK, saya akan datang untuk menjelaskan ini dalam rangka mengungkap kebenaran yang terjadi," bebernya.
Najwa kemudian menimpali, Apakah ada upaya KPK membawa Anda?
"Saya tidak tahu siapa saja yang dibawa. Karena dari awal, daftar nama-nama yang mereka bawa dari KPK, siap-siapa yang akan dimintai keterangan sudah disiapkan.
Tapi, karena sebagai teman dan sahabat, saya harus menemani Pak Edhy sampai dengan penyelesaian apa yang terjadi.
Itu adalah komitmen persahabatan saya. Saya percaya, dia adalah orang yang baik.
Saya tidak boleh membiarkan dia dalam kesulitan. Apa pun alasannya, saya harus menemani Pak Edhy," ucap Ali sembari suaranya terdengar sesengukan.
Najwa kemudian menegaskan, apakah Anda menangis karena terharu atau apa?
"Saya terharu. Saya mau bilang, ini orang kan menjalankan tugas negara, tugas pemerintah.
Tapi saya percaya bahwa, KPK mengetahui itu. Dan sebagai seorang pemimpin dan Menteri, dia sangat koperatif, beliau bicara dengan KPK.
Sebagai kawan dan sahabat, saya tidak bisa membiarkan dia sendiri.
Minimal memberi motivasi, sebagai pemimpin kita tidak hanya merasakan situasi enak, tapi situasi begini kita harus hadir sebagai kawan dan sahabat,' katanya.
Diduga belanja barang mewah dari uang suap benih lobster
Sementara itu, dalam jumpa pers KPK yang dilakukan Rabu malam, Menteri Edhy Prabowo diduga menerima uang sebesar Rp 3,4 miliar dan 100 ribu dolar AS dari kasus izin benih lobster atau benur.
Sebagian uang suap tersebut digunakan Edhy Prabowo berbelanja barang-barang mewah saat pergi ke Honolulu, Hawaii bersama sang istri, Iis Rosita Dewi.
Hal ini diungkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango.
Dilansir Tribunnews, berdasarkan catatan KPK, Edhy dan istrinya pergi ke Honolulu pada 21 sampai 23 November 2020.
Dalam kesempatan itu, Edhy menghabiskan Rp 750 juta untuk berbelanja barang mewah.
Seperti tas Louis Vuiton dan Tumi, baju Old Navy, serta jam tangan Rolex.
Diketahui, uang suap yang diterima Edhy Prabowo berasal dari berbagai pihak.
Pada 5 November 2020, diduga ada transaksi dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening bank atas nama Ainul Faqih, staf khusus Iis Rosita Dewi, sebesar Rp 3,4 miliar.
Uang itu diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya, Safri, serta Andreu Pribadi Misata.
Tak hanya itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga telah menerima sejumlah uang sebesar 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril Mukminin.
Mengutip Kompas.com, Edhy ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama enam orang lainnya.
Enam orang lain tersebut adalah staf khusus Menteri KKP, Safri; pengurus PT Aero Citra Karo (ACK), Siswadi; staf istri Menteri KKP, Ainul Faqih; Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP), Suharjito; staf khusus menteri sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas, Andreau Pribadi Misata; dan Amiril Mukminin.
Termasuk tujuh orang yang ditetapkan tersangka, KPK total telah mengamankan 17 orang dalam penangkapan Edhy Prabowo.
Mengutip Kompas.com, 17 orang itu terdiri dari Edhy Prabowo dan istri, beberapa pejabat di KKP, serta beberapa pihak swasta.
"Jumlah yang diamankan petugas KPK seluruhnya saat ini 17 orang, diantaranya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan beserta istri dan beberapa pejabat di KKP."
"Di samping itu juga beberapa orang pihak swasta," beber Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Rabu (25/11/2020).
Mengenai penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor benur, Edhy Prabowo buka suara.
Ia menerangkan kinerjanya selama ini sebagai Menteri KKP bukanlah pencitraan, melainkan semangat.
Karena itu, Edhy menyatakan ia akan bertanggung jawab dan tidak lari.
"Saya juga mohon maaf kepada seluruh masyarakat, seolah-olah saya pencitraan di depan umum, itu tidak, itu semangat."
"Ini adalah kecelakaan yang terjadi," ujar Edhy Prabowo di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (26/11/2020), dilansir Kompas.com.
"Saya bertanggung jawab terhadap ini semua, saya tidak lari dan saya akan beberkan apa yang saya lakukan," imbuhnya.
Dilansir Tribunnews, Edhy Prabowo mengundurkan diri sebagai Menteri KKP dan Wakil Ketua Umum Gerindra setelah menjadi tersangka.
"Saya dengan ini akan mengundurkan diri sebagai Wakil Ketua Umum," ujar Edhy, Rabu.
"Nanti saya akan mohon diri untuk tidak lagi menjabat sebagai Menteri dan saya yakin prosesnya sedang berjalan, saya bertanggungjawab penuh dan saya akan hadapi dengan jiwa besar," lanjutnya.
Edhy pun meminta doa terkait ia yang terjerat kasus dugaan korupsi.
Ia mengatakan apa yang menimpanya merupakan tanggung jawab dunia dan akhirat.
"Ini tanggungjawab penuh saya kepada dunia dan akhirat, dan saya akan jalani pemeriksaan ini."
"InsyaAllah dengan tetap sehat, mohon doa," pungkas Edhy.
Edhy Prabowo ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu dini hari sepulang dari Amerika Serikat.
Ia ditangkap tim satgas KPK pimpinan Novel Baswedan bersama istri, staf Kementerian KKP, dan beberapa pihak swasta.
Sosok Suharjito, pemberi Suap
Mengutip Tribunnews, Direktur PT Dua Putra Perasa, Suharjito telah bergelut dalam dunia bisnis olahan pangan sejak 12 tahun lalu.
Dikutip dari laman resmi PT Dua Putra Perkasa, duaputraperkasa.com, Suharjito merupakan lulusan Ekonomi Akuntasi dari sebuah universitas di Semarang.
Suharjito sukses membawa PT Dua Putra Perkasa dari perusahaan pengecer daging lokal menjadi perusahaan yang melayani pelanggan besar seperti modern market, distributor, agen serta industri makanan olahan dan pasar tradisional di seluruh wilayah Indonesia.
Bisnis PT Dua Putra Perkasa diawali pada 1998 dengan melakukan usaha perdagangan daging sapi.
"Saat krisis moneter 1998 saya sempat memotong sapi dari Boyolali untuk dijual kemudian di Jakarta," kata Suharjito.
Dari usaha daging sapi, Suharjito kemudian membawa PT Dua Putra Perkasa merambah usaha pengolahan ikan.
Ia memiliki sejumlah lini produk usaha seperti bakso, kornet, dan olahan ikan lainnya.
“Produk olahan ikan yang paling diminati sejauh ini oleh konsumen adalah bakso ikan,” ujarnya.
Bisnis PT Dua Putra Perkasa terus berkembang termasuk melakukan ekspor produk ke luar negeri, di antaranya ke Taiwan dan Vietnam.
PT Dua Putra Perkasa juga memiliki 10 buah kapan penangkapan ikan.
Kapal itu masing-masing berbobot 100 GT.
Kapal-kapal tersebut diperuntukkan untuk menangkap ikan guna mencukupi permintaan akan bahan baku olahan ikan dan ikan segar para pedagang yang ada di beberapa pasar yang telah menjadi langganannya.
Suharjito tidak ingin melakukan perdagangan ikan hanya saat-saat tertentu saja, namun perluasan pasar menjadi salah satu tujuannya.
“Tentu agar ada kepastian pasokan, karena dari nelayan tidak bisa diukur,” ujarnya.
Pria yang memiliki hobi bekerja ini menilai perizinan yang ada di Indonesia sebagai hambatan utama dalam mengembangkan usaha.
Dari 5 kapal yang telah jadi baru 2 saja yang mengantongi izin, padahal permohonan telah diajukan jauh-jauh hari sebelumnya.
Pengurusan izin budidaya tambak miliknya pun mengalami proses yang panjang dalam memperoleh 9 izin yang harus dipenuhi.
“Perlu waktu satu tahun untuk mendapatkan izin tambak di Bengkulu,” keluhnya.
Ia berharap agar kementrian terkait dapat memperbaiki sektor perizinan agar industri dalam negeri dapat berkembang.
Dalam laman resminya, PT DPP berkantor di Kawasan Industri Cipendawa Bekasi.
Tahun 1998, DPP mengawali usaha sebagai pengecer dan sub agen produk-produk daging lokal dan import.
Usaha ini ters berkembang, dimana pada 2002, DPP berkembang melayani pelanggan besar seperti modern market, distributor, agen serta industri makanan olahan dan pasar tradisional di seluruh wilayah Indonesia.
PT DPP semakin berkembang pesat, pada 2007 dibangun gudang frozen kedua berkapasitas 400 ton dan dilanjutkan tahun 2009 dengan pembangunan gudang ketiga berkapasitas 400 ton.
Tahun 2012, PT DPP ikut andil dalam pengembangan industri perikanan melalui kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI sebagai penyerap dan pendistribusi ikan lokal yang berasal dari seluruh Indonesia.
Akhirnya PT DPP mendapatkan penghargaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai supplier terbesar produk ikan pada 2014.
Pada 2015, Stakeholders DPP mulai melakukan diversikasi usaha di bidang usaha Penangkapan Ikan dan Budi Daya Tambak.
Adapun rencana pembuatan kapal ikan tahap pertama 10 unit dan untuk budi daya udang direncanakan seluas 60 hektare yang berlokasi di Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.
Yang saat ini telah berdiri tambak udang di luasan lahan lebih kurang 48 hektare, di Desa Muara Jaya Kecamatan Maje Kaur. []