DEMOKRASI.CO.ID - Pegiat media sosial Denny Siregar ikut mengomentari pandangan Prof Jimly Ashiddiqie terkait kepulangan Habib Rizieq Shihab.
Prof Jimly sebelumnya terang-terangan menyebut fenomena Habib Rizieq Shihab sebagai hal yang langka.
Namun, masalahnya berlarut-larut karena perlakuan kekuasaan yang salah.
Sebab, kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut dihadapi dengan ideologi dan teologi permusuhan dan kebencian, bukan merukunkan dan mendamaikan.
Menurut Denny Siregar, pandangan Prof Jimly itu sama seperti intelektual dari negara-negara Timur Tengah.
Hal itu disampaikan Denny melalui akun Twitter pribadinya, sebagaimana dikutip PojokSatu.id, Kamis (12/11/2020).
“Pandangan moderat seperti pak @JimlyAs inilah yang masalah, sama seperti pandangan intelektual di negara-negera Timteng sana,” tulisnya.
Menurutnya, ormas fanatik yang selalu membawa-bawa agama dalam setiap tindakannya itu sangat berbahaya.
“Mereka tidak sadar, bahwa kelompok fanatik seperti itu sangat bahaya, apalagi bawa agama,” sambungnya.
Dia lantas mencontohkan kebijakan era Presiden SBY yang menurutnya juga tidak pas.
“Pak @SBYudhoyono juga begitu, dan akhirnya generasi tarbiyah kuasai dunia pendidikan kita,” katanya.
Pendapat serupa sebelumnya juga disampaikan Ferdinand Hutahaean.
Mantan politisi Partai Demokrat ini juga menyinggung soal wacana rekonsiliasi Habib Rizieq dan Pemerintah.
Menurutnya, pernyataan Prof Jimly cukup menarik.
“Ada yang benar dan baik menurut saya, tetapi ada juga yang menurut saya salah dan tidak tepat,” ujarnya kepada JPNN.com, Kamis (12/11/2020).
Politisi berlatarbelakang advokat ini menyatakan, Prof Jimly hanya melihat masalah ini dari satu sudut pandang saja.
Akan tetapi, Prof Jimlty tidak melihat dari sisi lain yang lebih luas.
“Bahkan kesannya seolah Prof Jimly ini berpihak pada HRS dan ini juga menjadi fenomena langka bagi saya, ketika seorang Prof Jimly yang saya kenal pemikirannya selama ini cukup objektif,” lanjut Ferdinand.
Ferdinand menilai, ada pandangan baik dan benar yang disampaikan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) tersebut.
Yakni usulan untuk rekonsiliasi. Hal itu menurut Ferdinand perlu didukung.
“Kita ini bangsa yang berlandaskan Pancasila, kekeluargaan dan persatuan. Maka rekonsiliasi itu baik dan bagus,” ucap dia.
Yang menjadi permasalahan adalah, rekonsiliasi seperti apa?
“Tentu rekonsiliasi harus dengan syarat-syarat kebangsaan bukan syarat-syarat pribadi,” terangnya.
Salah satu syarat rekonsiliasi itu menurut Ferdinand, menerima Pancasila secara mutlak, menjaga toleransi, menghargai perbedaan dan lain-lain yang sifatnya kebangsaan.
Ia lalu mempertanyakan apakah syarat itu akan diterima oleh Habib Rizieq yang selama ini publik sudah mengetahui bagaimana sepak terjangnya.
“Apakah Prof Jimly sudah memikirkan ke sana?” tanya dia.