logo
×

Senin, 02 November 2020

Soal Emmanuel Macron, Ustadz Adi Hidayat Sebut Menghina Nabi Muhammad SAW Termasuk Kekerasan

Soal Emmanuel Macron, Ustadz Adi Hidayat Sebut Menghina Nabi Muhammad SAW Termasuk Kekerasan

 


DEMOKRASI.CO.ID - Ustadz Adi Hidayat ikut menanggapi pernyataan Presiden Perancis Emmanuel Macron beberapa waktu lalu yang dinilai menyudut Islam.

Ustadz Adi Hidayat bahkan mengistilahkan apa yang disampaikan Macron sebagai virus baru, macronisme.

Dirinya menegaskan, semua jenis kekerasan harus kita tolak. Namun demikian, dudukkan masalah itu pada tempatnya.

Memulai pernyataannya, Ustadz Adi Hidayat mengatakan, kalau anda menemukan golongan orang beriman, tapi perbuatannya merusak dan yang berbahaya merusak keislaman dirinya dan orang lain.

”Saya ambil contoh begini. Orang mulai ingin tampil baik, dengan nilai keislamannya. Dia mulai tahajud, dia mulai puasa, dia mulai ingin konsisten untuk bersedekah, dia mulai menghafal Quran, tiba-tiba datang seseorang berkata saya beriman, saya mukmin tapi menyoal itu semua,” kata Ustadz Adi Hidayat.

”Kalau saya istilahkan di kekinian, itu terjadi virus atau pemikiran atau cara berfikir macronisme. Presiden Perancis itu Emmanuel Macron. Jadi sekarang ada penyakit Macronisme,” ungkapnya.

UAH mengatakan Macronisme adalah menggeneralisir segala sesuatu perbuatan pada kelompok komunitas tertentu.

”Kejadian kemarin di Perancis seperti kita ketahui bersama, ada tindak kekerasan karena kondisi tertentu dan kita tidak sepakat dengan semua jenis kekerasan,” tegasnya.

”Silahkan diproses dengan segalanya. Hukum bisa berlaku dalam konteks keduniaan. Allah melihat dengan konteks yang lain,” ujarnya.

Ustaz Adi Hidayat menegaskan, semua jenis kekerasan kita tolak. Dudukkan masalah itu pada tempatnya.

”Tapi ingat kekerasan itu sifatnya bisa banyak. Bagi orang Islam, menghina Rasulullah SAW itu kekerasan yang sangat keji,” tegasnya.

”Menggambarkan Nabi SAW lewat kartun, lewat sesuatu yang buruk itu kekerasan. Kekerasan itu ada verbal, ada kekerasan yang langsung, dengan gambar tertentu tindakan tertentu, bukan hanya fisik,” kata UAH.

UAH menegaskan, bagi umat Islam, menghina Rasulullah SAW, menampilkan dengan tampilan yang buruk, gambarkah, itu kekerasan yang sangat melukai.

”Karena itu, tidak ada kebebasan mutlak. Semua diikat,” katanya.

Tapi yang paling dahsyat adalah ketika satu pelaku melakukan perbuatan buruk, kemudian digeneralisir.

”Semua orang Islam punya masalah. Islam sedang krisis. Mungkin diri anda yang krisis. Cuman anda bawa-bawa orang Islam. Ini yang jadi persoalan,” katanya.

”Jadi kalau pecinya nggak masuk ke kepala, jangan pernah disoal kepalanya. Jangan potong kepalanya. Pecinya yang diperbaiki. Jadi kalau ada satu yang salah, jangan digeneralisir,” paparnya.

UAH mencontohkan ada satu kampus di Indonesia. Lalu ada oknum di dalamnya korupsi.

”Apa anda katakan semua anak kampus itu koruptor?,” katanya.

UAH kemudian menyampaikan contoh yang lain. Ada orang warga Perancis, dan tidak semua orang Perancis seperti ini.

”Ini yang membedakan kita dengan penyakit Macronisme tadi,” katanya.

UAH melanjutkan, ada seorang Perancis dia memenggal 305 masa depan anak kecil. Seorang pedofil.

”Dia berbuat suatu yang buruk, dia berbuat pedofil kepada 305 anak Indonesia. Anda bayangkan,” katanya.

Tapi indahnya orang Indonesia, dahsyatnya kebesaran berfikir.

”Masyarakat muslim terbesar di dunia, tidak pernah satupun orang Islam Indonesia mengatakan orang Perancis pedofil. Tidak,” tegasnya.

”Hanya mengatakan ini oknum. Silakan tindak dengan hukum yang berlaku. Padahal dia telah memenggal 305 masa depan anak-anak itu untuk dewasanya,” paparnya.

Tapi inilah cara berfikir kita. Tidak pernah menggeneralisir sesuatu sehingga menjadi sesuatu yang luas.

”Ini cara berfikir kita, sehingga kita koreksi dan kita doakan menjadi baik. Tidak harus kemudian kita arahkan pada sesuatu yang kontraproduktif juga,” katanya.

”Bagi teman-teman, saudari-saudariku yang dari Paris, Perancis, sekitaran yang ada di Indonesia, anda semua diterima dengan baik. Insya Allah kita jadi teman yang baik, bersahabat dengan baik,” paparnya.

Ustadz Adi Hidayat mengatakan dirinya juga pernah ke Paris.

”Alhamdulillah kita bisa berbaur dalam kebaikan. Saya yakin kita semua baik. Hanya kesalahan berfikir itu kita luruskan,” katanya.

UAH mengatakan, mudah-mudahan apa yang sampai dari Presiden Macron pun ini boleh jadi hanya kesalahan berfikir.

”Tapi kalau penyakit, itu yang berbahaya. Makanya itu yang saya sebut dengan Macronisme. Kalau itu jadi penyakit, jadi paham, mesti kita perbaiki sehingga tidak menimbulkan kekerasan baru yang muncul di lingkungan masyarakat,” pungkasnya.

Simak pernyataan lengkap Ustadz Adi Hidayat dalam video berikut ini:


Artikel Asli

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: