DEMOKRASI.CO.ID - Sikap keras pemerintah yang enggan merevisi Undang-undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu membuat hajatan Pilkada Serentak 2022 dan 2023 akan dilangsungkan pada 2024.
Menurut pengamat kebijakan publik, Amir Hamzah, penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 melanggar konstitusi. Terutama Pasal 18 UUD 1945 yang menyebutkan Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis.
“Pada 2022 dan 2023 kepala daerah di berbagai wilayah telah berakhir dan harus dilaksanakan Pilkada sesuai dengan amanat konstitusi Pasal 18 UUD 45. Tidak bisa Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah sampai 2024,” jelas Amir yang dikutip Kantor Berita RMOLJakarta, Rabu (10/2).
Menurut Amir, pelaksanaan otonomi tidak berjalan jika tanpa ada Pilkada 2022 dan 2023.
“Yang ada Plt kepala daerah hanya kepanjangan tangan dari pemerintah pusat,” kata Amir.
Amir mengingatkan bahwa Plt kepala daerah tidak bisa membuat keputusan politik, misalnya peraturan gubernur tentang pembebasan pajak sepeda motor.
“Tidak ada alasan Pilkada diundur sampai 2024 karena kondisi Covid-19, biaya dan sebagainya,” tegas Amir.
Namun demikian, untuk menyiasati tidak adanya Plt kepala daerah hingga Pilkada Serentak 2024, Amir mengusulkan perpanjangan masa jabatan gubernur, walikota, dan bupati yang berakhir 2022 dan 2023.
“Perpanjangan kepala daerah, bisa diatur di DPRD agar gubernur, walikota, atau bupati bisa membuat keputusan politik,” saran Amir. [rmol]