logo
×

Selasa, 09 Februari 2021

Hakim Akui ada Istilah ‘King Maker’ Dalam Kasus Suap Djoko Tjandra

Hakim Akui ada Istilah ‘King Maker’ Dalam Kasus Suap Djoko Tjandra

DEMOKRASI.CO.ID - Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung), Pinangki Sirna Malasari telah divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 600 ribu subsider enam bulan kurungan. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengakui terdapat istilah ‘King Maker‘, tetapi sosok tersebut tidak terungkap.

“Menimbang sosok King Maker ditemukan antara aplikasi WhatsApp Anita dengan Pinangki tanggal 4 Maret 2020 pada pukul 12.02 pm, juga ditemukan di BAP saksi Rahmat yang dibenarkan saksi Rahmat,” kata Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Senin (8/2).

Hakim Ego menuturkan, berdasarkan bukti elektronik dalam persidangan, Pinangki dan saksi Rahmat tidak menyangkal adanya istilah King Maker. Tetapi sosok tersebut tidak terungkap. “Sosok King Maker karena majelis hakim sudah menggali siapa sosok King Maker namun tetap tidak terungkap di sidang,” tegas Hakim Eko.

Eko meyakini, Pinangki menerima suap sebesar USD 500 juta melalui perantara Andi Irfan Jaya. Uang tersebut diterima agar Pinangki membantu mengurus fatwa hukum Djoko Tjandra.

‘Bahwa benar uang USD 500 juta diterima Andi Irfan dan diberikan ke terdakwa (Pinangki Sirna Malasari),” cetus Hakim Eko.

Vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya menuntut empat tahun pidana penjara dengan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Pinangki Sirna Malasari terbukti menerima uang senilai USD 500 ribu dari yang dijanjikan sebesar USD 1 juta oleh Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Uang tersebut diyakini diterima Pinangki melalui mantan politikus Nasdem, Andi Irfan Jaya.

Pinangki juga diyakini melakukan pencucian uang. Dia membelanjakan uang hasil suap itu untuk membeli satu unit mobil BMW X5 seharga Rp 1.753.836.050; pembayaran apartemen di Amerika Serikat senilai Rp 412.705.554 dan pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat sejumlah Rp 419.430.000.

Pinangki juga dinilai telah melakukan perbuatan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa meyakini, mereka menjanjikan uang sebesar USD 10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.

Pinangki terbukti melanggar Pasal 5 ayat 2 jo. Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, Pinangki juga terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pinangki juga terbukti melanggar Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo. Pasal 88 KUHP.[jpc]

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: