logo
×

Kamis, 04 Maret 2021

Pak Jokowi, Bank Plat Merah Paling Memeras Rakyat, Menteri BUMN Dan Menko Ekonomi Ke Mana?

Pak Jokowi, Bank Plat Merah Paling Memeras Rakyat, Menteri BUMN Dan Menko Ekonomi Ke Mana?

Oleh: Achmad Nur Hidayat

DUA minggu sudah berlalu sejak Bank Indonesia merilis publikasi tetang asesmen transmisi kebijakan kepada Suku Bunga Dasar Kredit Perbankan, namun suku bunga kredit perbankan belum juga turun. Meneg BUMN dan Menko Perekonomian sebaiknya turun tangan intervensi bankir plat merah.

Rilis Bank Indonesia pada 18 Februari 2021 lalu sebenarnya adalah tamparan sangat keras kepada sektor perbankan Indonesia. Bagaimana tidak, seharusnya bank dapat mendukung percepatan pemulihan ekonomi melalui penurunan suku bunga yang lebih rendah daripada saat ini.

BI sudah menurunkan suku bunga kebijakannya di level 3,5%, namun spread suku bunga kredit bank masih lebar walaupun masih single digit,/i> tapi masih diatas 9,75%.

Publik melihat penurunan suku bunga kredit perbankan berjalan lambat sekali dan Bank Indonesia kelihatannya hampir frustrasi dan ingin memberikan shock therapy dengan merilis publikasinya.

Pemerintah melalui Menteri Koordinator Perekonomian ingin sekali ada terobosan pemulihan ekonomi, di antaranya pemberian Insentif Kendaraan Bermotor dan Perumahan. Namun program tersebut tidak mampu meningkatkan pertumbuhan jika suku bunga kreditnya masih terbilang tinggi.

Ada dua hal yang menarik dari publikasi BI tersebut. Pertama suku bunga kredit Bank BUMN dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) paling tinggi di antara bank swasta nasional dan bank swasta asing.

Hal ini menjadi ironi, di saat Presiden Jokowi minta seluruh instrumen pemerintah menggunakan mindset krisis akibat Covid-19 namun bank plat merah (BUMN dan BPD) malah yang paling memeras rakyat dengan pengenaan suku bunga kredit paling tinggi.

Dalam konteks keberpihakannya dalam pemulihan ekonomi, maka dalam rilis BI disebutkan bank cabang asing yang paling responsif terhadap penurunan suku bunga kebijakan BI. Dengan kata lain, Bank cabang asing lebih responsitif terhadap beban masyarakat dibandingkan bank plat merah dan swasta nasional.

Dalam rilis disebutkan kredit bank-bank BUMN 10,79 persen, BPD 9,80 persen, Bank Swasta Nasional 9,67 persen, dan bank cabang asing 6,17 persen.

Ada 10 Bank cabang asing di Indonesia. Di antaranya Bank of America NA, Bank of China Limited, Citibank, Deutche Bank Ag, JP Morgan Chase Bank NA, Standar Chartered Bank, The Bangkok Bank, Bank of Tokyo Mitsubishi, Hongkong Shanghai Bank, dan The Royal Bank of Schtland NV. Mereka semua secara rerata memberikan suku bunga kredit paling rendah saat pandemi berlangsung.

Poin kedua yang menarik dalam rilis BI adalah Suku Bunga Deposito cukup responsif terhadap penurunan suku bunga kebijakan Bank Indonesia. Patut dicatat bahwa sepanjang tahun 2020, dana pihak ketiga meningkat tajam. Untuk mengurangi beban pemberian kompensasi bunga dari dana tersebut maka Bank segera menurunkan suku bunga depositonya.

Bankir banyak dikritik publik karena tidak ikut merasakan penderitaan ekonomi rakyat. Publik melihat Bankir berusaha mengurangi beban dirinya namun tidak mau mengurangi beban nasabahnya. NIM perbankan cukup tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha dan sektor riil yang sulit mencari profit.

Deposito 1 bulan dilaporkan sebesar 4,27 persen dengan spread antara SBDK dan Deposito 1 bulan sebesar 5,84 persen.

Rekomendasi yang diharapkan publik saat ini adalah adanya campur tangan Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto untuk memanggil seluruh direksi bank BUMN plat merah termasuk para direksi BPD.

Publik sebenarnya memahami bahwa pembentukan suku bunga dasar kredit masing-masing bank itu berbeda. Faktor yang mempengaruhinya adalah antara lain Harga Pokok Dana untuk Kredit, Biaya Overhead, dan Marjin Keuntungan.

Namun bila dibandingkan dengan kelompok lain seperti bank cabang asing dan swasta nasional maka bank plat merah paling banyak mengambil marjin keuntungan atau paling banyak membayar harga pokok dana kredit untuk nasabah tertentu.

Jelas hal ini harus ditertibkan. Belum lagi biaya overhead bank plat merah yang tidak efisien membuat SBDK bank tersebut tidak efisien.

Oleh karena itu publik menunggu-nunggu terobosan dari Erick Thohir dan Airlangga dalam membantu intervensi, agar suku bunga kredit bank plat merah dapat turun di level serupa dengan bank cabang asing. Bahkan harusnya lebih rendah lagi.

Publik menunggu program penurunan pajak PPNBM untuk kendaraan bermotor dan KPR, disertai dengan penurunan suku bunga kreditnya. Dengan begitu harapan pemulihan ekonomi dapat lebih cepat. Semoga. 

(Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute)

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: