logo
×

Jumat, 15 April 2022

Ahli Pidana UI: Face Recognition Salah itu Biasa, tapi Menyebarluaskan itu Jahat

Ahli Pidana UI: Face Recognition Salah itu Biasa, tapi Menyebarluaskan itu Jahat

DEMOKRASI.CO.ID - Pihak kepolisian mengakui kekeliruan yang dilakukan dalam mengidentifikasi pengeroyok Ade Armando saat demo 11 April. Saat itu para pelaku diidentifikasi menggunakan teknologi pemindai wajah atau face recognition.

Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bondan berpendapat, kesalahan pengenalan biasa terjadi. Namun menyebarkan hasil face recognition ke publik merupakan tindakan jahat dan berpotensi menimbulkan fitnah.

"Jadi face recognition dilakukan oleh Polri?! Kesalahan face recognition itu hal biasa. Tapi menyebarluaskan, dengan maksud apa pun, adalah jahat dan berpotensi fitnah," cuit Gandjar melalui akun twitternya @gandjar_bondan dikutip Jumat (15/4).

Ia bahkan menyebut membagikan informasi yang salah kepada publik jelas berpotensi membahayakan nyawa seseorang. Hal itu menurutnya pernah terjadi pada kasus dukun santet di Banyuwangi, Jawa Timur, beberapa tahun silam.

Meski belum terbukti kebenarannya, masyarakat yang sudah termakan informasi langsung main hakim hingga para tertuduh dukun santet tewas di tangan massa. 

"Sekitar 20 tahun lalu (atau lebih?) pernah ramai pemberitaan pers mengenai adanya dukun santet di Banyuwangi. Akibat pemberitaan itu, beberapa orang tewas dihakimi massa karena diduga sebagai dukun santet," kata Gandjar.

Oleh karena itu, Gandjar mengingatkan kepada pihak mana pun termasuk kepolisian untuk lebih hati-hati merilis data atau informasi terkait penanganan perkara.

Lebih baik buktikan kesahihan data tersebut melalui ranah penyelidikan terlebih dahulu misalnya sebelum akhirnya menyampaikannya pada publik sebagai bentuk transparansi.

"Hati-hati menyebar identitas orang meski ia sungguh pelaku kejahatan!" pungkasnya.

Diketahui sebelumnya terkait penyerangan Ade Armando, melalui hasil penyelidikan pihak kepolisian menetapkan Muhammad Bagja, Komar, Try Setia Budi, Dhia Ul Haq, Ade Purnama, Abdul Latip, dan Abdul Manaf sebagai tersangka. 

Namun, polisi salah mengidentifikasi Try Setia Budi dan Abdul Manaf. Keduanya terbukti tidak berada di tengah demo 11 April dan menganiaya Ade Armando. [kumparan]

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: