logo
×

Selasa, 28 Juni 2022

Kecam Pelabelan Oknum ke 6 Pegawai Tersangka, Sindikasi: Ini Bukti Holywings Cuci Tangan!

Kecam Pelabelan Oknum ke 6 Pegawai Tersangka, Sindikasi: Ini Bukti Holywings Cuci Tangan!

DEMOKRASI.CO.ID - Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), Jabodetabek, mengecam sikap manajemen perusahaan tempat hiburan malam Holywings Indonesia yang dinilai seolah lepas tanggung jawab atau 'cuci tangan' atas kasus yang menjerat enam karyawannya yang disangkakan melakukan penistaan agama.

Dalam postingan permintaan maaf keduanya, lewat akun Instagram resminya dengan nama pengguna @holywingsindoensia, pihak manajemen menyebut keenam karyawannya seagai 'Oknum,' dan memastikan akan tetap memberikan tindakan tegas.

"Kami mengecam sikap Holywings yang cuci tangan dalam kasus ini. Menyebut keenam pekerjanya sebagai "oknum" adalah bukti jika Holywings cuci tangan dan menolak bertanggung jawab," kata Ketua Sindikasi Jabodatebek, Amru Sebayang saat dihubungi Suara.com, Senin (27/6/2022).

Amru menjelaskan dalam struktur organisasi, khususnya dalam aktivitas kreatif, terdapat sejumlah proses yang dilalui untuk menghasilkan sebuah konten. Sehingga dalam perkara ini, tidak dapat sepenuhnya dilimpahkan kepada keenam orang yang kekinian berstatus tersangka.

"Untuk aktivitas kreatif, umumnya alur kerja sangatlah ketat dan melalui pengawasan berlapis-lapis. Mulai dari proses brainstorm, planning, eksekusi, hingga evaluasi. Hal ini sama sekali tidak disinggung oleh Hollywings dalam pernyataan mereka," kata Amru.

Kemudian, terkait tanggung jawab perusahaan, seharusnya Holywings menjelaskan alur produksi kampanye atau promosinya dan menerangkan siapa yang bertanggung jawab dari dampak yang dihasilkan.

"Bagaimanapun juga, melihat konteks masyarakat kita, sangat besar kemungkinan kampanye yang tengah dibahas menimbulkan konsekuensi hukum," imbuhnya.

Amru mengatakan, sebuah perusahaan tidak boleh membujuk menyuruh, atau memaksa para pekerjanya untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

"Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 154 A ayat 2, pekerja yang diminta melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, boleh mengajukan permintaan Pemberhentian Hubungan Kerja dengan besaran pesangon sesuai dengan Undang-Undang," jelasnya.

Amru pun meminta agar para pekerja media dan industri kreatif untuk berserikat atau bergabung dengan organisasi yang memberikan perlindungan.

"Kasus ini adalah bukti bahwa kelas pekerja adalah pihak paling rentan di sebuah industri, khususnya industri kreatif," kata Amru. [suara]

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: