logo
×

Sabtu, 30 Juli 2022

Makna Tahun Baru Hijriyah

Makna Tahun Baru Hijriyah

DEMOKRASI.CO.ID - Oleh: Yanuardi Syukur

(Pengurus Komisi HLNKI MUI Pusat)

Setiap tahun kita memperingati tahun baru hijriyah, yakni titik tolak kalender Islam yang diambil dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke Madinah. Hijrah Nabi tersebut, tulis M. Quraish Shihab (2020: 372) disebabkan oleh "perlakuan buruk penduduk Mekkah".

Apa itu hijrah? M. Quraish Shihab menjelaskan, "hijrah adalah meninggalkan yang buruk sambil mengikat diri dengan yang baik. Adapun yang ditinggalkan dan dinilai buruk itu meliputi kondisi dan situasi masyarakat maupun keburukan diri sendiri."

Sejak di Mekkah, Allah swt telah memerintah Nabi untuk berhijrah dalam arti meninggalkan atau tidak menghiraukan sikap buruk dan pelecehan kaum musyrik Mekkah terhadap pribadi dan ajaran beliau. Beliau tidak menghiraukan perlakuan buruk tersebut namun tetap aktif dan mengajak mereka kepada kebaikan.

Semangat hijrah

Sepatutnya tiap Muslim menjadikan momentum tahun baru Islam sebagai pijakan untuk kembali berhijrah menjadi pribadi yang lebih baik. Saat ini godaan terbesar kita adalah dorongan negatif diri yang datang dan pergi. Maka, perlu sekali setiap orang memiliki jihad terhadap dorongan negatif tersebut dengan niat untuk melakukan perbaikan diri terus menerus.

Dalam Islam, istilah yang dekat pada ini adalah muhasabah, yakni mencari kesalahan diri dan kekurangan diri sebelum mencari kekurangan orang lain. Semua orang pasti punya kesalahan, dan untuk itu lebih dianjurkan untuk mencari kesalahan diri sendiri kemudian berusaha mengubah kesalahan itu menjadi kebaikan.

Dalam bahasa M. Quraish Shihab, "setiap yang berhijrah harus terlebih dahulu menemukan apa keburukan utama yang harus ditinggalkannya." Keburukan utama maksudnya adalah apa kesalahan yang berat dalam dirinya yang harus diubahnya itu. Setelah dapat, kemudian ia bertekad untuk meninggalkannya.

Meneladani Sang Nabi

Nabi Muhammad saw bukan manusia biasa, beliau ada manusia pilihan yang dipilih langsung oleh Allah swt untuk menerima wahyu, yakni kebenaran tertinggi yang berasal dari Allah swt. Seluruh rangkaian hidup beliau penuh dengan keteladanan. Siapa yang ingin cari teladan maka teladan itu akan ditemukannya pada beliau, dalam cinta, kasih sayang, militer, kepemimpinan, kesehatan dan semua aspeknya. Dalam Islam beliau disebut juga sebagai "uswatun hasanah" atau suri teladan yang baik.

Sejak kecil, Sang Nabi telah dibersihkan hatinya oleh malaikat. Dr. Said Ramadhan Al Buthy (2009) menjelaskan terkait peristiwa pembelahan dada beliau di perkampungan Bani Sa'ad. Peristiwa itu adalah salah satu tanda kenabian dan bukti bahwa Allah memilihnya untuk mengemban urusan yang agung, tulis Al Buthy.

Dalam riwayat Imam Muslim dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah saw didatangi Malaikat Jibril ketika beliau bermain bersama anak-anak lain. Lalu Jibril menggendong beliau dan menelantangkannya dan membelah dadanya untuk mengeluarkan jantungnya. Dari jantungnya itu dikeluarkan segumpal daging, lalu Jibril berkata, "Ini adalah bagian setan darimu."

Selanjutnya, Jibril mencuci jantung Sang Nabi dalam bejana emas dengan air zamzam lalu mengembalikannya ke tempat semula. Anak-anak yang melihat itu berlarian dan memberi tahu kepada ibu susu Sang Nabi sambil berteriak-teriak, "Muhammad dibunuh!" Mereka menemukan Sang Nabi dalam keadaan pucat pasi.

Al Buthy mengomentari hadis itu, bahwa hikmah peristiwa tersebut bukanlah pada pencabutan kelenjar jahat dengan akar-akarnya dalam diri Sang Nabi, akan tetapi itu adalah pengumuman "ihwal Rasulullah saw sekaligus persiapan bagi beliau untuk menerima kemaksuman dan wahyu sejak kanak-kanak melalui media yang bersifat materi, agar beliau lebih mudah dipercaya manusia dan risalahnya lebih mudah diterima."

Singkatnya, kata Al Buthy lagi, ini adalah operasi penyucian ruhani yang dilakukan melalui cara yang bersifat jasmani dan terindra agar pengumuman Ilahi mengenai keterpilihan beliau dapat dipersepsi manusia.

Hidup sebagai cahaya

Perihidup Nabi Muhammad saw dari lahir sampai wafatnya menyebarkan cahaya yang menerangi jiwa manusia. Ketinggian budi dan sifatnya menjadi kekuatan yang memikat hati manusia untuk mendekat padanya. Tak hanya itu, ketinggian dan kemuliaan karakter itu juga ditambah dengan keterpilihannya sebagai pembawa ajaran Islam sebagai Nabi terakhir dari diutus kepada umat manusia.

Pada momentum tahun baru Islam ini, ada baiknya kita kembali meneladani kemuliaan karakter dari Nabi Muhammad saw. Beliau telah tiada secara fisik akan tetapi ajaran-ajarannya tetap abadi, bahkan mukjizat terbesarnya yakni Al Qur'an masih jarang kita baca dan mengambil hikmahnya. Padahal, Al Qur'an adalah petunjuk jalan terbaik untuk mencapai kehidupan yang diridhai. (*)

Depok, 30 Juli 2022 [fajar] 

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: