logo
×

Kamis, 11 Agustus 2022

Komisi Suruhan Polisi

Komisi Suruhan Polisi

DEMOKRASI.CO.ID - Presiden Jokowi sebaiknya membubarkan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Kemampuan lembaga ini sama sekali tidak memberikan kontribusi apalagi efek positif terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Tugas Kompolnas tak lebih sebagai tukang catat dari institusi Polri. Informasi ke publik sudah cukup dilakukan oleh Humas atau divisi informasi di lingkungan Polri.  

Belakangan, spektrum pandangan Kompolnas pun melenceng dari fakta sesungguhnya. Menunjukan lembaga yang menjadi bemper Polri.

Pernyataan Kompolnas terekam jelas dari jejak digital yang tersebar sejak awal pecahnya kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) pada Jumat, 8 Juni 2022.

Opini yang dibangun Benny Mamoto dkk sejak awal kasus kematian Brigadir J datar dan begitu berpihak pada oknum polisi yang tega memberikan perintah menghabisi nyawa bawahannya sendiri. 

“Kompolnas apa gunanya untuk rakyat? Ini seperti komisi suruhan polisi. Coba saya tanya ke Anda sebagai jurnalis. Anda telusuri saja statemen-statemen dan pandangannya terhadap kasus kematian Brigadir J. Ada yang benar?” terang praktisi hukum Syamsul Arifin kepada Disway.id Kamis 11 Agustus 2022.

“Kompolnas silahkan marah, dan rakyat bebas menilai kok dan kami berhak mendorong Presiden Jokowi membubarkan Kompolnas. Rakyat gak butuh komisi tukang catat. Uang rakyat yang dipakai untuk menggaji mereka, sah-sah saja rakyat berbicara,” jelas pria yang dikenal kritis ini.

Pilihan lainnya, sambung Syamsul Arifin, Benny Mamoto dkk mundur dari Kompolnas, sementara, regulasinya tentang kewenangan Kompolnas ditambah. 

“Kalau alasannya Kompolnas tidak berhak memeriksa polisi yang nakal ya percuma. Berarti benar kan, Kompolnas hanya tukang catat,” jelasnya.

“Benny Mamoto dkk yang sekarang ada di Kompolnas sebaiknya mundur saja. Malu kalau masih mempertahankan posisinya sebagai ketua harian. Biar diisi oleh aktivis muda yang tajam dan kritis, atau orang-orang di luar eks Polri yang steril. Malu saya lihat rekaman videonya,” timpal Syamsul. 

Sebaliknya, Indonesia Police Watch (IPW) sebagai lembaga independen, mampu menunjukan jati dirinya sebagai pengawas institusi polri.

“Kemampuan IPW lebih tajam dan realistis. Coba simak saja apa yang disampaikan. Tajam dan konstruktif. Bandingkan dengan fakta yang terungkap seperti contoh kasus Brigadir J. Seharusnya Kompolnas yang anggarannya dari negara lebih kuat dan konstruktif dalam menyampaikan pandangan,” timpalnya.

Kritik serupa disampaikan Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie. Kebijakan membubarkan Kompolnas sesuatu yang tepat dan menjadi momen penting untuk bersih-bersih. 

“Ini momentumnya pas banget. Bagi Presiden Jokowi membubarkan Kompolnas tak ada dosanya kok. Saya pun sepakat, Benny Mamoto mundur dari Kompolnas. Kalau masih bertahan saya bingung, kok ga tahu malu,” tandasnya.

Sejak awal kasus munculnya tragedi berdarah, Kompolnas hanya mengutip, mencatat, dan menyampaikan data dari Polsek Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya, sampai akhirnya ikut-ikutan dalam autopsi ulang Brigadir J. Dengan alasan memiliki kewenangan. 

“Kalau Kompolnas hanya tukang catat sebaiknya biarkan Humas Polri saja. Sudah bicara salah pula. Sekarang mau membela diri ya sudah telat. Layak Kompolnas dibubarkan,” terang Jerry.

Seperti diketahui, Benny Mamoto menyebutkan bahwa tidak ada yang janggal di kasus penembakan Brigadir J. Pernyataan Benny dianggap tidak mencerminkan berjalannya tugas Kompolnas yang seharusnya berperan dalam perbaikan kinerja Polri.

Pernyataan Benny terkait kasus Brigadir J yang menuai kontroversi disampaikan melalui tayangan Kompas TV pada 13 Juli 2022. Saat itu, Benny menyebut bahwa tidak ada kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir Yosua.

Benny mengaku sudah turun langsung mendengarkan keterangan dari tim penyidik di Polres Jakarta Selatan terkait ini.

Dari hasil penelusurannya, kasus ini disebut Benny memang berawal dari pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J terhadap PC, istri Irjen Ferdy Sambo, di kediaman Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat 8 Juli 2022.

Berangkat dari peristiwa tersebut, terjadi baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.

Kronologi ini sama dengan yang disampaikan pihak kepolisian pada awal terungkapnya kasus ini.

Benny juga sempat mengatakan bahwa tidak ada luka sayatan di tubuh Brigadir J, yang ada hanya luka bekas terserempet peluru.

Dia pun membantah bahwa jari Brigadir J putus, melainkan hanya terluka. 

Selanjutnya terkait luka-luka lebam, Benny menyebut tidak terjadi aksi pemukulan sebelum kematian Brigadir J. 

Sementara, terkait kasus yang baru diungkap 3 hari pascakejadian atau Senin 11 Juli 2022 Benny senada dengan polisi yang berdalih bahwa pada tanggal 9 dan 10 Juli umat Islam tengah merayakan Idul Adha. 

Oleh karenanya, kala itu dia menyebutkan, tak ada kejanggalan dalam kasus ini. “Tidak ada (kejanggalan),” ujar Benny. 

Pernyataan Benny di awal terungkapnya kasus kematian Brigadir J sangat berbeda dengan fakta terkini. Pada Selasa 9 Agustus 2022 polisi menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, tak ada insiden baku tembak di rumah Sambo sebagaimana narasi yang sebelumnya beredar. 

Peristiwa yang sebenarnya, Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Yosua. Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumahnya supaya seolah terjadi aksi tembak-menembak.

Benny pun telah angkat bicara ihwal kontroversi pernyataannya. Dia mengaku sudah berusaha meminta klarifikasi dan datang ke Kapolres Jakarta Selatan untuk mendapatkan penjelasan terkait penanganan kasus Brigadir J di awal terungkapnya kasus ini. 

Penjelasan resmi dari Kapolres nonaktif Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi saat itu yang digunakan Benny untuk membuat pernyataan ke publik. 

Namun, rupanya hasil penyidikan terus berkembang hingga didapati fakta bahwa penjelasan awal tersebut tidak benar. 

Benny pun menyampaikan bahwa Kompolnas memiliki kewenangan terbatas dan tidak boleh mengintervensi penyidikan. 

“Kalau Kompolnas diberikan kewenangan penyelidikan seperti Komnas HAM maka Kompolnas bisa melakukan penyelidikan sendiri,” terangnya Selasa 9 Agustus 2022. [disway]

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: