logo
×

Senin, 22 Agustus 2022

KPK Ungkap Praktik Suap Jalur Mandiri Perguruan Tinggi Sudah Lama Terjadi

KPK Ungkap Praktik Suap Jalur Mandiri Perguruan Tinggi Sudah Lama Terjadi

DEMOKRASI.CO.ID - Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Dr Karomani ditetapkan sebagai tersangka perkara suap penerimaan mahasiswa baru lewat jalur khusus Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung atau Simanila. Karomani bersama tiga tersangka lainnya diduga mematok harga mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 350 juta untuk meluluskan calon mahasiswa Unila melalui seleksi jalur mandiri.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menduga modus praktik suap yang dilakukan Karomani dkk telah terjadi sejak lama. KPK, kata Ali, menyayangkan hal tersebut terjadi dalam dunia pendidikan Tanah Air.

"Benar, dugaan praktik semacam ini di perkara ini diduga sudah lama dan tentu memprihatinkan kita semua," kata Ali kepada wartawan, Senin (22/8/2022).

Ali memastikan penyidik KPK bakal mengusut tuntas kasus suap penerimaan mahasiswa baru yang menjerat Karomani tersebut. Nantinya, penyidik KPK bakal mengembangkan fakta-fakta yang ditemukan dalam proses penyidikan.

"KPK akan dalami dan kembangkan nanti pada proses penyidikan," ucap Ali.

Selain itu, Ali juga mewanti-wanti pihak yang memiliki wewenang serupa di kampus lainnya. Ia meminta praktik koruptif seperti yang dilakukan Karomani harus segera dihentikan.

"Kami berharap bila ada praktik semacam ini di tempat lain dalam dunia pendidikan kita, hentikan praktik-praktik koruptif semacam ini," tegasnya.

KPK Sebut Jalur Mandiri Tak Transparan

Sejatinya, KPK telah melakukan kajian dan penilaian di sektor pendidikan. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkap proses penerimaan mahasiswa jalur mandiri tidak terukur dan tidak transparan.

"KPK memang telah melakukan kajian dan menilai bahwa penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri kurang terukur, kurang transparan dan kurang berkepastian," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Minggu (21/8).

Ghufron menyebut jalur penerimaan mahasiswa mandiri itu bersifat lokal dan tidak akuntabel. Sehingga, celah tidak pidana korupsi patut diduga terjadi dalam proses tersebut.

"Karena jalur mandiri ini ukurannya sangat lokal, tidak transparan dan tidak terukur maka kemudian jadi tidak akuntabel. Karena tidak akuntabel, maka kemudian menjadi celah terjadinya tindak pidana korupsi," jelas Ghufron.

Menurut Ghufron sejatinya proses penerimaan jalur mandiri itu tidak bermasalah. Hanya saja, dia berharap proses rekrutmennya harus diperbaiki sehingga lebih terukur, akuntabel dan partisipatif.

"KPK berharap ke depan, proses rekrutmen mau apapun namanya, ada jalur mandiri atau pun jalur afirmasi yang lain, bukan soal mandirinya, bukan soal namanya. Tetapi mekanismenya, harus diperbaiki menuju lebih terukur, lebih akuntabel dan lebih partisipatif," tegasnya.

Adapun Rektor Unila Prof Dr Karomani ditetapkan jadi tersangka suap penerimaan mahasiswa setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat (19/8). Selain Karomani, KPK menjaring tujuh orang lainnya di Lampung, Bandung, dan Bali.

Karomani dkk Jadi Tersangka

Diketahui, Rektor Unila Prof Dr Karomani ditetapkan sebagai tersangka suap penerimaan mahasiswa baru setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat (19/8). Selain Karomani, KPK juga menetapkan 3 orang tersangka lainnya.

Berikut ini daftar tersangka kasus suap penerimaan mahasiswa baru:

Sebagai Pemberi:

- Andi Desfiandi selaku pihak swasta.

Sebagai Penerima:

- Karomani selaku Rektor Unila

- Heryandi selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik

- Muhammad Basri selaku Ketua Senat Unila

Akibat perbuatannya, Andi Desfiandi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.

Sedangkan Karomani, Heryandi, dan Muhammad Basri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.[detik] 

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: