logo
×

Sabtu, 07 Januari 2023

Rentetan Kudeta Berdarah di Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno, Ada yang Terjadi saat Pesta Pernikahan

Rentetan Kudeta Berdarah di Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno, Ada yang Terjadi saat Pesta Pernikahan

DEMOKRASI.CO.ID - SERANGKAIAN pemberontakan, kudeta hingga makar mewarnai kisah kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno atau yang juga disebut Medang. Kudeta itu datang dari dalam maupun luar istana.

Pemberontakan disebabkan banyak hal, mulai dari perebutan harta, tahta dan wanita.

Rentetan Kudeta Berdarah di Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno, Ada yang Terjadi saat Pesta Pernikahan

Peta lokasi Kerajaan Kalingga di sekitar Jepara, Jawa Tengah. Foto/Ist

Pemberontakan telah dimulai sejak era Kerajaan Kalingga di bawah pemerintahan Dewa Singha yang mendapat serangan dari Sanjaya. Akibat serangan itu tahta kekuasaan Dewa Singha pun berhasil digulingkan.

Runtuhnya Kerajaan Kalingga Selatan menjadikan Sanjaya mendirikan Kerajaan Medang dan menobatkan dirinya sebagai raja.

Selama pemerintahan Kerajaan Medang pun juga diwarnai aksi makar untuk memperebutkan tahta. Sebagaimana Sri Wintala Achmad pada "Hitam Putih Kekuasaan Raja-raja Jawa : Intrik, Konspirasi Perebutan Harta, Tahta, dan Wanita", aksi pemberontakan dimulai oleh Rakai Panunggalan Dyah Dharanindra terhadap raja-raja Jawa, Sumatera dan di luar wilayah Nusantara seperti Campa dan Kamboja.

Sementara aksi makar dibuktikan dengan pemberontakan Rakai Panangkaran Dyah Pancapana terhadap kekuasaan Sanjaya.

Selanjutnya pemberontakan Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni terhadap kekuasaan Rakai Pikatan Mpu Manuku.

Diteruskan pemberontakan Rakai Gurunwangi Dyah Saladu dan Rakai Limus Dyah Dewendra terhadap kekuasaan Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala.

Kemudian penyerangan Rakai Watukura Dyah Balitung terhadap Dyah Saladu dan Dyah Dewendra, pemberontakan Rakai Hino Mpu Daksa terhadap kekuasaan Dyah Balitung, dan pemberontakan Rakai Sumba Dyah Wawa terhadap kekuasaan Rakai Layang Dyah Tulodong.

Pemerintahan Mataram Kuno di bawah Dyah Wawa pun berakhir saat letusan hebat Gunung Merapi terjadi pada 928 Masehi. Sejak itu, Mpu Sindok yang merupakan Rakryan Mapatih Hino memindahkan ibukota Medang dari bumi Mataram (Jawa Tengah) ke Tamlang dan berakhir di Watugaluh (Jawa Timur) pada 929. 

Mengingat Dyah Wawa menjadi korban bencana Merapi, Mpu Sindok kemudian menobatkan diri sebagai raja Medang. Tidak disebutkan secara pasti apakah semasa pemerintahan Mpu Sindok, terjadi makar. 

Prasasti Waharu (931) hanya sekilas menyinggung bahwa Medang pernah mendapat serangan dari musuh negara. Apakah musuh negara itu datang dari para pemberontak atau kerajaan lain, tidak ada sumber sejarah yang menyebutkannya dengan gamblang. 

Sedangkan pada masa pemerintahan raja perempuan, Sri Isanatunggawijaya dan Sri Makuthawangsawardhana tidak diketahui apakah Medang dilanda aksi makar. 

Makar pada era Medang periode Jawa Timur baru diketahui semasa pemerintahan Dhamawangsa Teguh. Saat itu, Haji Wurawari yang merupakan raja bawahan Medang memberontak terhadap kekuasaan Dharmawangsa Teguh. 

Hal itu lantaran tidak direstui untuk menikahi putrinya yakni Dewi Laksmi. Makar Haji Wurawari dari Lwaram terhadap kekuasaan Dharmawangsa Teguh menuai hasil gemilang karena dukungan Sriwijaya.

Akibat makar Haji Wurawari, Dharmawangsa Teguh beserta para tamu undangan resepsi pernikahan Dewi Laksmi dan Airlangga tewas. Peristiwa tewasnya Dharmawangsa Teguh dan para tamu undangan tersebut dikenal dengan mahapralaya atau kematian massal. 

Pasca runtuhnya Kerajaan Medang, timbullah Kerajaan Kahuripan di bawah kepemimpinan Airlangga. Pada awal menjadi raja, Airlangga menundukkan Raja Hasin, Wisnuprabhawa (Raja Wuratan), dan Panuda (Raja Lewa) pada 1030.[sindonews]

Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: