
NBCIndonesia.com - “Paket kebijakan ekonomi jilid 6” dikeluarkan Presiden Joko Widodo tidak lain adalah upaya mengobral untuk habis kekayaan alam Indonesia dan pasar Indonesia kepada modal asing, melalui kawasan ekonomi khusus (KEK), liberalisasi impor bahan baku obat dan privatisasi air.
Penegasan itu disampaikan pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng dalam pernyataan kepada intelijen (09/11). “Pemerintahan Jokowi bingung, kehilangan pegangan, sudah lupa dengan Trisakti,” tegas Salamuddin Daeng.
Kata Salamuddin Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) akan semakin mempermudah asing menguasai tanah skala luas dalam satu kawasan, mempermudah asing mengeruk dan sekaligus mengangkut kekayaan alam, melakukan impor, mendapatkan keringanan pajak, memberlakukan upah murah, memperkuat sistem buruh kontrak, dan mempermudah transfer serta repatriasi aset ke luar negeri.
“Paket Jilid 6 yang memberikan kemudahan dalam impor bahan baku obat adalah tindakan gila! Padahal bahan baku obat 95% adalah impor. Pedagang obat-obatan dan dokter sebagai agennya selama ini telah menjadikan asing sebagai tuannya,” ungkap Salamuddin.
Salamuddin juga mendesak agar diselidiki dugaan adanya konspirasi antara Pemerintahan Jokowi dengan mafia obat. Kebijakan farmasi dalam paket kebijakan ekonomi itu akan mematikan industri farmasi dalam negeri.
“Paket jilid 6 juga melanjutkan privatisasi air dan menjamin ijin penguasaan swasta dalam menguasai air. Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutuskan bahwa liberalisasi dan privatisasi air melanggar konstitusi. Putusan ini merupakan hasil gugatan PP Muhammadiyah beberapa waktu lalu. Jokowi sebagai presiden tidak menghormati putusan MK,” paparnya.
Kata Salamuddin, Jokowi meyakini paket kebijakan itu akan memperbaiki ekonomi, padahal tidak! Paket ini melegalkan model investasi kolonial dengan tiga ciri utama. “Pertama, melegalkan penguasaan tanah secara luas bahkan satu kawasan dalam rangka pengerukan dan pengangkutan kekayaan alam ke luar negeri,” jelas Salamuddin.
Kedua, membuat footloose industry dengan bahan baku impor ugal ugalan, tenaga kerja murah, pembubaran pajak, dan pembangunan infrastruktur ditanggung negara. Ketiga, membebaskan pelarian modal, uang dan keuntungan dengan membebaskan transfer dan repatriation ke luar negeri sehingga seluruh keuntungan investor ditempatkan di luar negeri.(itl)