![]() |
Polisi mengamankan demonstran pendukung Prabowo-Hatta yang terluka saat unjuk rasa yang berakhir ricuh di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (21/8/2014). Bentrokan dengan polisi terjadi saat massa berusaha menembus barikade polisi agar bisa mendekat ke gedung Mahkamah Konsistusi.(Ilustrasi) |
Karena itu, Neta meminta Kapolri Jenderal Badrodin Haiti untuk segera mencabut Surat Edaran Kapolri /06/X/2015 mengenai Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech). “Selama ini banyak jajaran kepolisian tanpa surat edaran yang dikeluarkan Kapolri pun kerap melakukan kesewenang-wenangan terhadap masyarakat,” kata Neta, Rabu (11/11).
Dengan adanya surat edaran ini, tambahnya, pihak kepolisian seolah memiliki landasan hukum untuk bertindak menangkapi orang-orang yang dianggap mengeluarkan ujaran kebencian.
Ia pun heran jika ada orang yang menyatakan tidak menyukai presiden dan mengeluarkan pendapatnya kemudian bisa dipidanakan karena dianggap mengeluarkan ujaran kebencian yang bisa menimbulkan kerusuhan.
“Kalau orang yang menyatakan pendapat negatif tentang Jokowi dikenakan ujaran kebencian, seharusnya orang yang mengeluarkan ujaran kecintaan kepada Jokowi juga bisa dipidanakan,” tutur Neta.
Ia membayangkan, jika seseorang yang sangat mencintai Presiden Joko kemudian memuji-muji Joko di tengah masyarakat yang tidak menyukai Joko karena dianggap membuat kondisi Indonesia terpuruk, itu juga memicu keributan.
Dalam hal ini, kata Neta lagi, ujaran kecintaan atau love speech juga bisa menimbulkan kerusuhan. “Nah kalau ada SE Kapolri tentang hate speech atau ujaran kebencian, seharusnya juga ada SE Kapolri tentang love speech atau ujaran kecintaan. Jadi, bukan cuma kebencian yang bisa menimbulkan keributan, tapi juga kecintaan. Ini yang harusnya dipahami,” tutur Neta.(prin)