
NBCIndonesia.com - Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino telah menjalani pemeriksaan di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dit Tipideksus) dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim sebagai saksi terkait dugaan korupsi pengadaan mobil crane di Pelindo II selama sembilan jam, Senin (9/11).
Lalu apa hasil pemeriksaan tersebut?
”Tentu hasil pemeriksaan tidak bisa kami ungkapkan. Tetapi ini membuat kami tambah yakin jika yang bersangkutan (Lino) patut diduga masuk sebagai pelaku dalam anatomi kejahatan korupsi di Pelindo II,” kata Wadir Tipideksus Kombes Agung Setya saat dihubungi Rabu (11/11).
Saat ditanya lebih lebih lanjut apakah Lino diduga masuk ”sebagai pelaku kejahatan korupsi” itu dalam posisi penyertaan dan bersama-sama dengan FN –Direktur Teknik PT Pelindo yang telah jadi tersangka—ataukah berdiri sendiri dengan kejahatan yang baru, Agung menjawab diplomatis.
”Apakah dia berdiri dalam kejahatan sendiri ataukah masuk dalam penyertaan pasal 55 KUHP (bersama FN) itu masih kita akan kita gali lagi. Tapi yang jelas Lino patut diduga mengarah sebagai salah seorang pelaku dalam kejahatan ini,” tegas Agung.
Namun perwira menengah ini tidak serta merta mengatakan sebentar lagi Lino akan segera ditetapkan sebagai tersangka.
Alasannya pemeriksaan atas orang nomor satu di Pelindo II itu belum selesai. Rencananya Lino masih akan dipanggil kembali pekan depan dengan status saksi.
”Prosesnya kan masih berjalan,” sambungnya.
Dalam kasus ini Direktorat Tipideksus telah menggeledah kantor Pelindo II di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Jumat 28 Agustus 2015 lalu. Penggeledahan untuk mencari barang bukti pendukung seperti dokumen terkait pengadaan mobile crane.
Salah satu ruang yang digeledah adalah ruangan Lino. Buntutnya Lino pun menelepon sejumlah pihak dan menyatakan keberatannya.
Selain Lino tak kurang ada sekitar 50 saksi dan saksi ahli yang telah diperiksa dalam kasus yang sampai membuat DPR membuat Pansus itu. Para saksi itu termasuk para petinggi Pelindo II seperti Direktur SDM pada tahun 2012, Direktur Komersil dan Pengembangan Usaha, Direktur Keuangan, dan Direktur Operasional.
Lino sendiri telah berulangkali membantah jika dirinya merugikan negara. Menurutnya pengadaan 10 unit mobile crane oleh Pelindo II atau IPC telah mengikuti prosedur dan peraturan yang berlaku serta kebutuhan bisnis perusahaan. IPC juga telah melaksanakan rekomendasi sebagaimana hasil audit BPK.
Menurutnya IPC pada 2011 mengadakan lelang terbuka untuk pengadaan 10 unit mobile crane dengan anggaran Rp 58,9 M. Tujuannya dalam rangka meningkatkan produktivitas penanganan barang di pelabuhan.
Lelang pertama dilakukan Agustus 2011 yang diikuti PT Altrak 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai Corporation, PT Berdikari Pondasi Perkasa, dan Guanxi Narishi Century. Lelang dianggap gugur karena penawaran vendor lebih tinggi dibanding harga perkiraan sendiri (HPS).
Lelang kedua pada November 2011 diikuti oleh lima perusahaan di atas ditambah PT Ifani Dewi. Namun hanya dua yang memasukan penawaran yaitu PT Guanxi dan PT Ifani dimana kemudian dari hasil rekapitulasi PT Guanxi dinyatakan lulus.
Pada Januari 2012 Guanxi dinyatakan keluar sebagai pemenang dengan harga penawaran setelah PPN sebesar Rp 45,9 M dan turun menjadi Rp 45,6 M atau 23 persen lebih rendah dari HPS. Jadi menurut Lino tidak benar harganya kemahalan.
Sebelum disita polisi 10 crane itu kata Lino juga tidak mangkrak melainkan beroperasi. Berdasarkan catatan log book dan nota jasa layanan, peralatan tersebut menghasilkan Rp 3,7 M selama periode Apri 2014-Juli 2015.
Saat itu polisi memang menyebut jika harga pembelian mobile crane tersebut terlalu mahal. Bahkan, saking mahalnya, jika dibeli dengan kurs dollar hari ini yang sudah melambung dibanding 2012 pun, harganya masih terlalu mahal.
Hal lain yang dipermasalahkan oleh polisi ternyata mobile crane yang seharusnya ditempatkan di pelabuhan di Bengkulu, Jambi, Palembang, Teluk Bayur, Cirebon, Banten, Panjang dan Pontianak itu tidak jadi ditempatkan di sana sehingga akhirnya mobil crane itu mangkrak.
Masalah lain yang diungkap polisi adalah ternyata pelabuhan-pelabuhan itu juga tidak mengajukan mengajukan pembelian mobile crane tapi itu adalah ide dari pusat. Hingga kini polisi masih menunggu hasil audit kerugian negara oleh BPK.(sp)