logo
×

Rabu, 25 November 2015

Wow! Pansus Pelindo II Ungkap 2 Fakta Mengejutkan

Wow! Pansus Pelindo II Ungkap 2 Fakta Mengejutkan
Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Bareskirm Mabes Polri, Jakarta, 9 November 2015. (Antara/Muhammad Adimaja)
NBCIndonesia.com - Pansus Pelindo II DPR RI dikejutkan dengan fakta-fakta baru terkait perpanjangan kontrak Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT). Fakta itu terungkap dalam rapat permintaan keterangan dengan direksi PT JICT.

Direksi yang hadir adalah Dirut JICT Dani Rusli, Wakil Direktur Riza Erivan, dan seorang direktur keuangan. Rapat dilaksanakan di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (25/11).

Seperti disampaikan Wakil Ketua Pansus Pelindo II, Teguh Juwarno, fakta pertama adalah tentang perpanjangan kontrak pengelolaan JICT dengan Hutchinson Port Holding (HPH) pada Agustus 2014, yang tidak diteken oleh pemegang saham.

Seharusnya, perpanjangan diteken oleh pemegang saham, yakni PT Pelindo II, PT HPH, dan Koperasi Pegawai Pelabuhan.

‎"Temuan kita yang mengejutkan bahwa ‎yang melakukan kerja sama bukan Pelindo II dengan HPH. Tetapi Pelindo II dengan JICT," ujar Teguh, Rabu (25/11).

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menjelaskan, pihak yang menandatangani perpanjangan kontrak adalah Dirut Utama Pelindo II RJ Lino dan Dirut JICT Albert Pangkar Wai. Saat itu, Albert menjadi direktur utama mewakili HPH yang memiliki 51 persen saham di JICT.

"Apa yang dilakukan Pelindo II dengan JICT, artinya antara induk perusahaan dengan anak perusahaan. Itu ada sesuatu, kami melihat ada upaya menipu dan mengelabui," ujar Teguh.

Bagi dia, fakta itu sudah jelas menunjukkan keharusan pembatalan perpanjangan kontrak antara Pelindo II dan HPH pada 2014.

Dirut PT JICT saat ini, Dani Rusli, tak bisa menjawab alasan terjadinya keanehan pada penekenan perpanjangan kontrak itu. Dani mengaku hanya menerima limpahan dari Albert, Dirut sebelumnya.

Bagi Teguh, ketidaktahuan Dani itu sangat aneh. Dan itu membuktikan para direksi hanya boneka.

"Mereka hanya boneka, sebab mereka tidak tahu, bahkan mereka hanya sekedar menurut saja," kata Teguh.

Satu Kebohongan Besar

Keanehan lainnya adalah fakta bahwa komposisi saham mayoritas yang diklaim Dirut Pelindo II RJ Lino ternyata tidak sesuai dengan bukti di notaris.

Untuk diketahui, di kontrak pertama yang berdurasi 1999-2018, JICT dimiliki tiga pihak. Pelindo dengan kepemilikan saham 48,9 persen, HPH dengan 51 persen, dan Koperasi Pegawai Pelabuhan 0,1 persen.

Pada 2014, Dirut Pelindo II RJ Lino mengklaim perpanjangan kontrak dilakukan di mana komposisi saham berubah. Pelindo memiliki 51 persen, dan 49 persen oleh JICT.

Ternyata, Direksi JICT menyerahkan dokumen yang didaftarkan ke notaris pada Agustus 2015, bahwa komposisi saham bukanlah seperti kontrak 2014. Komposisi saham yang didaftarkan ke notaris pada 2015 adalah seperti yang lama: 51 persen milik HPH, 48,9 persen milik Pelindo II, dan sisanya milik Koperasi Karyawan.

Ketika dikonfirmasi lagi oleh Anggota Pansus dari Fraksi Gerindra, Nizar Zahro, para direksi JICT yang hadir menyatakan dengan yakin bahwa komposisi saham pemilik JICT yang mereka tahu adalah mayoritas pemilik adalah HPH dengan 51 persen, bukan Pelindo II.

Hal itu jelas berbeda dengan pernyataan Dirut Pelindo II, RJ Lino, bahwa pemilik saham terbesar JICT adalah Pelindo II dengan 51 persen setelah perpanjangan kontrak pada 2014.

"Ini kebohongan publik. Rakyat dan negara Indonesia sudah dibohongi," kata Fuad Bawazier, ahli yang diundang Pansus untuk hadir di acara itu.

Para direksi JICT yang diundang itu sama sekali tak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan anggota Pansus mengenai keanehan itu.

Uniknya, Dirut JICT Dani Rusli, tetap menyatakan bahwa jauh lebih untung bila JICT dikelola pihak asing. Hal itu terjadi ketika Anggota Pansus dari Fraksi Gerindra, M.Haikal, mempertanyakan mana yang lebih diuntungkan, JICT dikelola 100 persen oleh anak bangsa, atau dikelola oleh asing, yakni HPH.

"Apabila memperhatikan kondisi kebutuhan infrastruktur di Indonesia saat ini, dikaitkan kemampuan keuangan perusahaan, dikaitkan dengan susahnya mencari partner strategis, saat ini berdasar pemahaman saya, yang sekarang (dikelola HPH) sudah betul. Sehingga kapasitas pelabuhan Indonesia bisa dapat dana demi memenuhi kebutuhan Pelindo II untuk mengembangkan pelabuhan di Indonesia, termasuk Kalibaru," jelas Dani.

Anggota Pansus dari Fraksi PDI-P, Sukur Nababan, lalu mempertanyakan alasan Dani menyatakan hal itu. Sebab, dari informasi, hanya satu orang warga negara asing yang bekerja di Pelindo, yakni warga Korea Selatan.

"Bahkan anda semua yang hadir di sini juga adalah anak bangsa, orang Indonesia. Masa tetap tak bisa kita kelola sendiri?" Tanya Sukur.

Atas pertanyaan itu, direksi JICT tetap tak bisa menjawab.(BS)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: