![]() |
Ilustrasi |
Sedangkan stabilitas ekonomi saat ini, kata dia, masih belum bisa dilepaskan dari ketersediaan devisa nasional yang tetap bergantung pada kebijakan luar negeri.
"Kalau kita lihat 2016, apakah 2016 kondisinya akan sama dengan 2015. Maka kita harus melihat kepada faktor eksternal dan internal. Mana yang lebih besar. Menurut kami dominasi eksternal lebih besar. Ini kondisi kita alami sejak tahun 2013. Kondisi 2013, dari risech ekonomi dunia mengatakan stimulus moneter Amerika akan dikurangi dan suku bunga amerika akan naik. Karena itu, suka atau tidak suka kalo kita bicara APBN. Siapa yang menfinance defisit APBN. Defisit APBN dibiayai dari penerbitan surat utang negara (SUN)," kata Mirza di acara diskusi bertema 'Outlook Perekonomian Indonesia 2016: Stabilitas Moneter Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Petumbuhan Ekonomi Nasional' di hotel Sahid, Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Mirza menjelaskan, penerbitan Surat Utang Negara (SUN) memang tidak sepenuhnya dari pembiayaan pihak asing. Hanya saja, pembiayaan SUN dari investor dalam negeri masih minim dan tidak cukup.
"Memang ada lokal tapi tidak cukup sehingga dominasi asing besar sekali.
Sekarang sekitar 37 persen dari surat berharga negara, itu yang beli asing. Asing uangnya dari mana, asing pasti dari pengaruh kebijakan moneter luar negeri," ungkapnya.
Ditegaskannya, bahwa pembiayaan dari dana luar negeri menjadi solusi alternatif di dalam menopang ketersediaan devisa dan menjaga stabilitas.
"Karena, kredit tidak akan jalan, Bank tidak akan bisa ngasi kredit kalo situasi keuangan bergoyang-goyang, pada saat itu Bank akan focus menjaga founding, jangan sampai founding keluar sehingga dalam situasi gonjang-ganjing bank tidak akan landing. Sehingga stabilitas penting sekali untuk pertumbuhan," paparnya.(TS)