logo
×

Senin, 04 Januari 2016

Parlemen Cina Sahkan UU Antiteror Kontroversial yang Sudutkan Muslim Uighur

Parlemen Cina Sahkan UU Antiteror Kontroversial yang Sudutkan Muslim Uighur

NBCIndonesia.com - Parlemen Cina   baru-baru ini   telah   mengesahkan   sebuah   UU anti-teror kontroversial   yang     mengharuskan   perusahaan-perusahaan   teknologi   asing untuk   menyerahkan informasi   kepada   pemerintah,   termasuk   kunci-kunci   enkripsi     yang   mengubah   data digital   menjadi   kode   yang   tidak   dapat   dibaca, dan memungkinkan militer Cina   untuk   menjelajah   ke   luar   negeri dalam   operas   kontra-terorisme, dilansir oleh Reuters.

Para   pejabat   Cina   mengklaim Negara   mereka sedang menghadapi   ancaman   dari militan dan   separatis, terutama di   wilayah   Barat   Xinjiang,   di mana   ratusan   orang tewas   dalam   kekerasan   dalam   beberapa   tahun   terakhir.

Peraturan itu     telah   menarik   keprihatinan   yang mendalam   di   ibukota Barat, bukan hanya karena   kekhawatiran   hal   itu bisa melanggar hak asasi   manusia   seperti kebebasan   berbicara, tetapi   juga karena   ketentuan   cyber.

Dilaporkan hari Senin (28/12/2015) bahwa   pengesahan UU anti-terorisme kontroversial baru itu   demi     memerangi   ancaman-ancaman   yang   semakin   berkembang. Diantaranya dalam   Peraturan   baru   tersebut   ada   pembentukan   sebuah Badan   anti-teror   baru.

Kantor berita   pemerintah Xinhua   mengatakan   peraturan itu   disahkan   secara   bulat   hari  Ahad (27/12/2015) oleh   Komite   Tetap   Kongres   Rakyat   Nasional.   Laporan   itu mengatakan   UU itu   bertujuan   untuk   mengatasi   “terorisme   di dalam Negeri   dan membantu   menjaga   keamanan   dunia.”

Sebelumnya saat masih berupa   Rancangan   Undang-Undang, RUU   itu   telah   dikecam keras     oleh   pihak   Gedung     Putih     awal   tahun   ini.   Presiden AS   Barack   Obama memperingatkan   bahwa   peraturan   itu   harus   diubah   apabila   perusahaan-perusahaan Cina   ingin   berbisnis   di   AS.

Belum ada komentar   segera   setelah pengesahan UU itu   hari   Ahad (27/12/2015)   dari Gedung Putih, yang juga sebelumnya   telah menyuarakan   kekhawatirannya   bahwa UU   tersebut dapat   merugikan  prinsip-prinsip   HAM   yang   dijamin oleh   UU di Barat.

Mengutip Pikiran Rakyat, Beijing telah berulang kali   menolak   kritikan   semacam     itu,   berargumen   bahwa   Negara Tirai Bambu itu     telah   menghadapi   ancaman “teror” mendesak, terutama   di   wilayah   Xinjiang di   sebelah   barat   laut   yang   didominasi komunitas   Muslim Uighur.

Sejumlah   kritik   yang   dilayangkan     menyebut   UU anti-teror   itu   terlalu   luas dan     dapat disalahgunakan untuk   menghukum pemberontak dan   kelompok   agama     minoritas, seperti   Muslim   Uighur.

Seperti diketahui,   Pemerintah   Cina   bermasalah   dengan   kelompok   minoritas     Muslim Uighur.

Beijing telah   menuduh   mereka   sebagai dalang atas semua serangan teror di kawasan publik Cina.

Seperti diberitakan oleh panjimas.com sebelumnya, para pakar keamanan dari   luar negeri   meragukan   kekuatan   kelompok   Uighur dan   hubungan   mereka dengan   terorisme   global,   dengan  beberapa   pakar   mengatakan     bahwa pemerintah Cina melebih-lebihkan   ancaman   untuk   melakukan   pembenaran   atas   langkah-langkah   keamanan   ketat mereka   di   wilayah   yang   kaya   akan   sumber daya   alam   itu.

Beijing terus berusaha   menghubung-hubungkan Uighur dengan kelompok Taliban dan   ISIS.

Hari Ahad (27/12/2015), Xinhua mengutip seorang pejabat Kementerian Keamanan Publik, An Weixing, yang membela peraturan itu   di tengah   “meningkatnya   ancaman terorisme.”

Dia mengatakan “serangan   teroris   telah   menelan   banyak   korban   jiwa   dan menghancurkan   pemukiman, mengancam   keamanan,   stabilitas,   pembangunan ekonomi dan persatuan   etnis.”

Dia juga mengatakan UU itu memungkinkan “kolaborasi   dengan   komunitas   masyarakat internasional

Berbeda dengan   pernyataan   Kepala   Divisi   Kontra-terorisme   Departemen   Keamanan   Publik, An   Weixing,   Juru   bicara   Parlemen   Cina,     Li   Shouwei, seorang   angggota Parlemen   Cina     telah   menyangkal   bahwa   legislasi   baru    ini     bertujuan     menekan   etnis   Uighur   dan     minoritas   lain, mengatakan bahwa   hukum   baru   ini   tidak     menargetkan   wilayah,   etnis, atau   agama   tertentu.

Li Shouwei, Wakil Kepala Divisi Hukum Pidana Parlemen   di bawah Komite Urusan Legislatif, mengatakan China hanya   melakukan   apa yang negara-negara   Barat lainnya sudah lakukan   dalam   upaya meminta   perusahaan   teknologi   untuk   membantu     memerangi teror.

Ini tidak akan   mempengaruhi   operasi   normal   perusahaan   teknologi   dan   mereka   tidak perlu takut dalam hal memiliki “backdoors” di-instal atau   kehilangan   hak   kekayaan intelektualnya, Li Shouwei   menambahkan.

Para pejabat di Washington   berpendapat terkait   aturan itu, yang   dikombinasikan dengan rancangan baru perbankan dan aturan asuransi dan mematikan   penyelidikan   anti-trust, sejumlah     tekanan   peraturan   tidak   adil   yang   menargetkan perusahaan   asing.

Menurut   kantor   berita   pemerintah   Cina, Badan   kontra-terorisme dan   pusat     inteligen nasional   akan   segera   dibentuk,   ini termasuk   pasukan   profesional   antiteroris. Penyedia   layanan   internet dan saluran komunikasi   akan   dipastikan tersedia sebagai layanan   bantuan   teknis   untuk   mencegah   penyebaran   informasi   ekstrimisme.

Undang-Undang Keamanan Nasional China yang diadopsi   pada bulan   Juli     mengharuskan semua   kunci infrastruktur   jaringan dan sIstem   informasi   agar   “aman dan   terkendali”.

Mengutip Reuters, Hukum   anti-terorisme   juga   memungkinkan   Tentara   Pembebasan   Rakyat (People’s Liberation Army) untuk   terlibat   dalam   operasi   anti-terorisme di   luar   negeri,   meskipun   para ahli   mengatakan   China   akan   menghadapi   masalah-masalah   praktis dan diplomatik   besar jika   ingin   melakukan   hal   ini.

Weixing, Kepala Divisi Kontra-terorisme Departemen Keamanan Publik, mengatakan China menghadapi   ancaman   serius   dari   teroris,   terutama   pasukan ” Turkestan   Timur”, istilah umum China untuk militant   Islamis   itu, yang diklaim pihak   Beijing   beroperasi di wilayah Xinjiang.

“Terorisme   adalah   musuh publik   umat   manusia, dan   pemerintah   China akan menentang   segala   bentuk   terorisme,” kata An.

Kelompok-kelompok HAM, meskipun, meragukan   keberadaan   kelompok   militan   kohesif di Xinjiang, juga   mengatakan bahwa kerusuhan   sebagian   besar   berasal   dari     kemarahan   di   kalangan   orang-orang   Muslim Uighur di wilayah ini   lebih   dikarenakan   pembatasan   agama dan   budaya   mereka.

Undang-undang baru ini   juga membatasi   hak   media   untuk   melaporkan   rincian   serangan   teror, termasuk ketentuan bahwa   media cetak, elektronik, media online   dan   media   sosial   tidak   dapat   melaporkan   rincian   kegiatan   terror yang   mungkin   menyebabkan   imitasi, atau   menunjukkan   adegan   yang “kejam dan   tidak   manusiawi”. (pjm)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: