
NBCIndonesia.com - Pemerintah Suriah menolak usulan PBB untuk membahas pemilihan presiden, yang akan berlangsung 18 bulan lagi. Isu tersebut masih menjadi pembicaraan hangat, setelah gagalnya perundingan damai di Jenewa, Swiss pada Senin 14 Maret 2016.
Utusan PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura mengemukakan bahwa salah satu topik utama dalam negosiasi seharusnya perihal tugas PBB dalam mengawasi pelaksanaan pemilihan Presiden Suriah.
Akan tetapi, Menteri Luar Negeri Suriah Walid al Muallem mengatakan, delegasi pemerintah menolak berbagai usaha untuk membahas pemilihan presiden mereka dalam agenda perundingan damai.
“De Mistura atau siapapun tidak berhak mendiskusikan pemilihan presiden. Ini adalah hak masyarakat Suriah,” ujar Muallem dalam konferensi pers di Damaskus, sebagaimana dikutip dari Aljazeera, Minggu (13/3/2016).
Menurut Muallem, jika PBB dan negara manapun bersikeras memasukkan pelaksanaan pilpres dalam agenda perundingan damai, maka sebaiknya perundingan di Jenewa yang akan digelar kurang dari 24 jam lagi dibatalkan.
“Jika mereka terus melakukan pendekatan seperti ini, tidak ada alasan bagi mereka untuk datang lagi ke Jenewa,” ujar Muallem.
Sebelumnya, antara pemerintah dan Higher Negotiation Commitee (HNC) telah bersepakat untuk berpartisipasi dalam perundingan damai tidak langsung tahap pertama di Jenewa.
Meski demikian, perundingan tahap akhir pada Januari yang dimediasi PBB di kota Swiss akhirnya gagal.
Mistura menyampaikan, pembicaraan soal pilpres Suriah yang dimaksud PBB mencakup formasi pemerintahan yang baru, perubahan konstitusi, serta pemilihan parlemen dan presiden yang akan diawasi PBB dalam 18 bulan ke depan.(ok)