logo
×

Selasa, 08 Maret 2016

Pengampunan Pajak Jadi Alat Kembalinya Harta Haram Perampokan BLBI

Pengampunan Pajak Jadi Alat Kembalinya Harta Haram Perampokan BLBI

NBCIndonesia.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) meminta pemerintah Jokowi-JK untuk tegas menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak masuk dalam Prioritas Pembahasan Legislasi Nasional 2015.

Sekjen FITRA, Yenny Sucipto mengatakan, sebagai alternatif pemerintah perlu melakukan terobosan dalam pemungutan pajak pengawasan dan perbaikan sistem hukumnya. Sehingga, potensi pajak hilang dapat ditarik, bukan sebaliknya obral pengampunan.

"DPR juga harus segera membatalkan dan menarik RUU Pengampunan Pajak, karena hanya akan membuat para pengemplang pajak melakukan previlage kebijakan atas nama dana pembangunan," ujar Yenny di di kantornya, Jakarta, Selasa (8/3).

Menurut Yenny, Kementerian Keuangan telah melakukan kesalahan dalam membuat asumsi pendapatan di APBN 2015-2016, sebab mereka memasukkan instrumen pengampunan pajak. Padahal, RUU ini diduga hanya akan menjadi alat kembalinya harta haram dari perampokan BLBI yang ditimbun di luar negeri mencapai Rp 7000 T.

"Kondisi sekarang, Menteri Keuangan akan memotong belanja pemerintah jika RUU tidak disahkan, ini adalah prediksi yang keliru atas ketergantungan padahal yang belum pasti, Menkeu berencana akan menarik utang dalam dan luar negeri untuk menutupi melesetnya target pendapatan dari pengampunan pajak," jelas dia.

Sebagai catatan, hingga 31 Agustus 2015 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 589,270 triliun, dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,258 triliun, realisasi penerimaan pajak 46,22 persen.

"Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014, realisasi penerimaan pajak di tahun 2015 mengalami pertumbuhan cukup baik di sektor tertentu, namun juga mengalami penurunan pertumbuhan di sektor lainnya," ungkapnya.(mdk)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: