
NBCIndonesia.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir menyayangkan sikap polisi yang melanjutkan kasus Yulianus Paonganan alias Ongen ke pengadilan. Rencananya, tersangka kasus dugaan pelanggaran pornografi dan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) yang memposting foto Presiden Jokowi dan Nikita Mirzani dengan hashtag #PapaMintaPaha itu akan disidangka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/4/2016).
Menurut Mudzakir harusnya Ongen hanya diberikan teguran keras saja karena yang dilakukannya masuk ranah penghinaan bukan pornografi dan ITE.
“Tidak ada unsur pornografinya dalam foto dan hastak tersebut. Kalaupun masuk penghinaan, ini sudah digugurkan oleh MK,” kata Mudzakir saat dihubungi, Minggu (17/4/2016).
Mudzakir menilai dengan menahan sesorang seperti itu, polisi hanya buang-buang energi. Jangan sampai karena membela presiden, hak seseorang dihilangkan. “Sebaiknya polisi urus penjahat-penjahat saja, jangan menghukum orang karena alasan tidak tepat. Ini jelas buang-buang energi,” ujarnya.
Terkait dengan foto tersebut, menilai tidak ada alasan kuat untuk dijadikan dasar melakukan penahanan Ongen. Pasalnya, foto tersebut telah tersebar sebelumnya, dan orang yang harus ditahan adalah yang mengunggah pertama kali di media sosial. “Foto itu kan sudah tersebar, tangkap juga dong yang menyebarkan pertamanya. Ini aneh, dibilang menebar kebencian darimana menebarnya. Ini kan soal merasa terhina saja, seolah-olah Jokowi dekat dengan Nikita yang konotasinya negatif di masyarakat,” tandasnya.
Jika foto tersebut dinilai porno, Mudzakir mencontohkan banyak media yang memuat foto-foto vulgar. Bahkan, Nikita sendiri memakai pakaian yang tidak sopan ke Pengadilan, tapi tidak ditangkap. “Masa negara kalah sama Nikita. Ini sama aja menaikan harga Nikita, senang dia digituin,” cetus Mudzakir.
Terkait dengan sidang perdana kasus Ongen pekan depan, Mudzakir menilai ini menjadi preseden buruk bagi dunia hukum Indonesia. “Jangan kemudian penapsiran porno dibuat semaunya sendiri, tidak pakai standar ilmu pengetahuan,” imbuhnya. (rn)