logo
×

Sabtu, 16 April 2016

Reklamasi Menabrak Konstitusi

Reklamasi Menabrak Konstitusi

Jelas sudah, ijin pelaksanaan reklamasi pantai Jakarta belum memiliki analisis dampak lingkungan (AMDAL). Terang sudah, ijin tersebut keluar melompati rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Bahkan, Komisi IV DPR RI dan KKP memutuskan agar proyek penuh kontroversi tersebut dihentikan. Setidaknya, menurut Menteri KKP, harus dilengkapi terlebih dahulu AMDAL. Baru akan bisa diputuskan proyek tersebut dilanjutkan atau dihentikan.

Namun Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok seperti menganggap angin lalu. Tak peduli dengan keputusan bersama KKP-Komisi IV DPR RI. Atau bahkan juga tidak peduli dengan perlunya AMDAL untuk sebuah proyek besar itu.

Kita tidak paham dengan logika dan alasan yang dipilih. Kita juga tidak mengetahui prosedur macam apalagi yang akan dia ikuti dalam menjalankan roda pemerintahan di ibukota. Sebab, sepertinya dia lebih memilih apa yang sesuai kehendaknya.

Tidak adanya AMDAL berarti proyek reklamasi semata-mata hanya mempertimbangkan aspek ekonomi. Baik nilai investasi, serapan tenaga kerja, balik modal, keuntungan dsbnya. Semua diukur dan dipertimbangkan untung-rugi ekonomi semata.

Apakah Ahok akan lepas tangan kemungkinan terjadinya bencana lingkungan dikemudian hari? Ataukah dia merasa tak perlu mengurusi tetek bengek soal lingkungan hidup karena toh yang terpenting proyek reklamasi itu tetap terwujud.

Proyek reklamasi jelas bukan pembangunan untuk masyarakat ekonomi kelas bawah. Sebab, sudah bisa dipastikan harga properti di pulau-pulau buatan itu tak akan terjangkau bagi mereka. Akankah proyek ini akan menjadi hunian para pendatang?

Apapun, kita sungguh risau dengan kengototan Ahok atas proyek reklamasi ini. Tak hanya aturan yang ditabrak, namun juga membangkang terhadap keputusan pemerintah pusat dan pihak legislatif. Pembangkangan yang seperti tanpa nalar normal.

Kita memprediksi legislatif ibukota juga tak bisa berbuat banyak melakukan pengawAsan. Melihat tanda-tandanya inilah proyek yang berjalan seperti monster membabi-buta. Tak perduli aturan-aturan ataupun konstitusi.

Padahal, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi seharusnya dilakukan tanpa menabrak UU ataupun aturan. Sebab, esensi pembangunan adalah menata tatanan sosial dan ekonomi dengan lebih baik sesuai konstitusi, bukan kehendak seseorang.

Pembangkangan Gubernur Ahok terhadap keputusan bersama DPR dengan mitra kerjanya adalah suatu keniscayaan publik. Pembangkangan ini juga pengingkaran terhadap institusi negara. Kita melihat DPR, BPK dan Kementerian dinistakan oleh Gubernur Ahok. (ts)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: