
Nusanews.com - Sebelum ditetapkan, sila-sila yang ada di pancasila menjadi silang sengkarut antara kelompok muslim dan nonmuslim. Ketika itu masyarakat Indonesia timur menentang keberadaan 7 kata dalam sila pertama sesuai naskah Piagam Jakarta.
Diwakili oleh AA, Maramis, tokoh masyarakat Indonesia Timur, kelompok nonmuslim mengancam akan keluar dari Indonesia jika Piagam Jakarta masih dipertahankan. Mereka beralasan Piagam Jakarta tidak cocok bagi masyarakat Indonesia Timur yang kebanyakan nonmuslim.
Itulah petikan sejarah yang disampaikan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat menjadi pembicara pada acara sosialisasi empat pilar MPR RI di hadapan Keluarga Besar Persatuan Umat Islam se-Jawa Barat. Acara tersebut berlangsung di rumah makan Suka Hati Cileunyi, Bandung pada Selasa (31/5). Selain Hidayat, hadir juga menjadi pembicara, Ketua Fraksi PKS MPR RI TB. Soenmandjadja.
Beruntung sikap emosial yang saat itu muncul dan ditunjukkan oleh masyarakat Indonesia timur ditanggapi secara dingin empat orang tokoh masyarakat muslim. Bahkan keempat tokoh muslim, yaitu Ketua PP Muhammadiyah, Kibagus Hadikusumo; Ketua PB NU KH. Wahid Hasyim, tokoh pemuda muslim Mr. Kasman Singodimedjo, dan tokoh muslim dari Aceh Teuku Muhammad Hasan, berfikir sebaliknya. Dari pada Indonesia hancur, lebih baik Piagam Jakarta itu ditiadakan.
"Inilah pengorbanan besar umat Islam untuk menjaga keutuhan NKRI. Dengan jiwa besar mereka mengakomodir tuntutan masyarakat nonmuslim, sehingga NKRI yang baru seumur jagung bisa diselamatkan," kata Hidayat menambahkan.
Padahal, kata Hidayat, bisa saja masyarakat muslim menyampaikan tuntutan, jika bukan Piagam Jakarta, maka orang Islam tak mau bergabung dengan Indonesia. Namun, dengan kebesaran hati, pemikiran seperti itu tidak dipilih. Para pemimpin Muslim memilih untuk menjaga keutuhan NKRI, meski kehilangan Piagam Jakarta. (rmol)