
Nusanews.com - Raja Yordania dan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser dari Mesir menandatangani perjanjian pertahanan bersama hari ini 1967 lalu. Berita itu datang sebagai kejutan untuk Mesir dan pihak lainnya sejak Raja Hussein sering dikritik karena cenderung ke Barat.
Dua hari lalu, presiden menyebut raja sebagai seorang 'antek imperialis'. Tapi tampaknya mereka telah menemukan musuh bersama, yaitu Israel.
Ketegangan di wilayah itu telah terjadi selama tiga pekan terakhir sejak Mesir meningkatkan kehadiran militernya di Semenanjung Sinai dan memerintahkan Angakatan Darurat PBB meninggalkan wilayah Mesir.
Pada 22 Mei, Presiden Nasser menutup Selat Tiran untuk pengiriman Israel. Lima hari kemudian, ia mendeklarasikan "Tujuan dasar kami akan menghancurkan Israel. Orang-orang Arab ingin melawan."
Hari ini, Raja Hussein melakukan kunjungan mendadak untuk bertemu Nasser. Mereka bertemu di bandara militer Almaza, Kairo untuk melakukan penandatanganan.
Raja Hussein kemudian terbang kembali ke ibu kota Yordania, Amman didampingi ketua Organisasi Pembebasan Palestina Ahmed Shukairy. Ia bertanggung jawab atas pasukan komando di Jalur Gaza yang berbatasan dengan Israel.
Israel mengatakan, pakta tersebut sangat meningkatkan bahaya perang antara Israel dan negara-negara Arab.
Pemberontakan Tentara, Presiden Bangladesh Meregang Nyawa
Presiden Bangladesh Ziaur Rahman dibunuh di kota selatan-timur Chittagong hari ini pada 1981. Presiden Zia diyakini meninggal pada pukul setengah lima pagi waktu setempat ketika pemberontak menyerbu wisma pemerintah.
Ia dilaporkan tewas akibat peluru senapan mesin ketika membuka pintu kamarnya untuk melihat apa yang terjadi di luar. Delapan orang diperkirakan tewas dalam penembakan tersebut, termasuk petugas keamanan, petugas pengawal presiden dan salah satu penyerang.
Pembunuhan itu diyakini sebagai bagian dari pemberontakan tentara. Pasukan pemerintah telah menguasai kota setelah pemimpin pemberontak Mayor Jenderal Manzur Ahmed melarikan diri. Ada laporan ia bersembunyi di perbukitan di luar Chittagong, mengupayakan kudeta.
Setelah kematian presiden 45 tahun tersebut, para pemberontak mengumumkan pembentukan sebuah komite revolusioner. Namun para diplomat mengatakan, mereka telah gagal memenangkan dukungan dari unit militer di seluruh Bangladesh.
Tentara, di bawah kepala staf Mayor Jenderal Hussain Muhammad Ershad tetap setia kepada pemerintah Dhaka dan cepat memadamkan pemberontakan.
Di ibu kota Dhaka, puluhan ribu orang turun ke jalan untuk menunjukkan kesedihan atas kematian presiden mereka yang secara luas dikagumi dan dihormati.
Abdus Sattar yang dinobatkan sebagai pejabat presiden mengumukan keadaan darurat dan 40 hari berkabung. Ia juga meminta Mayjen Manzur menyerah.
Bandara Dhaka ditutup dan semua telepon dan telex link ke India ditangguhkan.
Republik Biafra Diproklamirkan
Setelah menderita penindasan selama bertahun-tahun di bawah pemerintahan Nigeria, Biafra menyatakan kemerdekaannya dari Nigeria.
Pada 1960, Nigeria memperoleh kemerdekaan dari Inggris. Enam tahun kemudian, Hausa Muslim di Nigeria utara mulai membantai Kristen Igbos di wilayah tersebut, mendorong puluhan ribu Igbos melarikan diri ke timur, ke tempat kelompok etnis itu dominan.
Orang-orang Igbos meragukan pemerintah militer Nigeria akan memungkinkan mereka berkembang atau bahkan bertahan hidup. Pada 30 Mei 1967, Letnan Kolonel Odumegwu Ojukwu dan wakil non-Igbo lainnya dari daerah mendirikan Republik Biafra yang terdiri dari beberapa negara bagian Nigeria.
Setelah upaya diplomatik oleh Nigeria gagal menyatukan kembali negara itu, perang antara Nigeria dan Biafra pecah pada Juli 1967. Pasukan Ojukwu membuat beberapa kemajuan awal, namun kekuatan militer Nigeria yang unggul secara bertahap mengurangi wilayah Biafra.
Negara kehilangan ladang minyaknya, sumber utama pendapatan dan dana untuk mengimpor pangan. Diperkirakan, satu juta warga sipil meninggal akibat gizi buruk.
Pada 11 Januari 1970, pasukan Nigeria merebut ibu kota provinsi Owerri, salah satu benteng Biafra terakhir dan Ojukwu terpaksa melarikan diri ke Pantai Gading. Empat hari kemudian, Biafra menyerah ke Nigeria. (rol)