
Nusanews.com - Setelah lebih dari satu juta dukungan KTP terkumpul untuk memuluskan jalan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) maju sebagai calon independen, kini sejumlah mantan anggota Teman Ahok menuduh proses pengambilan KTP tersebut tidak valid.
Lewat sebuah konferensi pers, lima bekas anggota Teman Ahok mengatakan bahwa dalam proses pengumpulan satu juta KTP untuk kelengkapan syarat memajukan Ahok menjadi calon independen, mereka menggunakan apa yang disebut 'cara instan'.
Cara itu maksudnya adalah menggunakan KTP yang dikumpulkan untuk program kartu keluarga sehat Jokowi, membeli dari oknum kelurahan, dan konter pulsa, serta melakukan barter KTP dengan Teman Ahok di wilayah lain.
Salah satu dari mereka, Richard Soekarno, mengatakan bahwa selain dikejar target pengumpulan KTP, yaitu 140 per minggu, KTP yang mereka kumpulkan hanya dilihat sekadarnya.
![]() |
Pengumpulan KTP warga DKI Jakarta dilakukan Teman Ahok sampai Minggu 19 Juni. |
"Kita kan kerja ada mata rantainya, ada yang bawa lima, sepuluh (KTP), tempel. Dan (praktik) itu dibiarkan selama beberapa bulan. Verifikasi ada, tapi hanya dilihat, satu dua lembar, lalu ditutup kembali, masuk (kotak). Bayar, 500.000 (rupiah) minggu pertama, minggu kedua satu juta (rupiah), jadi dua juta setengah (per bulan), yang 500.000 itu dibilang uang operasional," kata Richard.
Dalam konferensi pers tersebut, pihak Richard juga menyebut soal berbagai honor bagi penanggung jawab dan koordinator posko Teman Ahok, selain juga biaya distribusi dan cetak koran atau pamflet, pengadaan laptop, printer, dan telepon genggam yang totalnya mencapai Rp12,6 miliar.
Angka ini dibantah oleh Singgih Widiyastono, salah satu pendiri Teman Ahok.
Menurutnya laptop, printer, dan ponsel bukan dari pembelanjaan, melainkan dari pinjaman yang kemudian berputar penggunaannya dari satu posko ke posko lain.
Selain itu, dia menyebut jika dalam laporan Richard disebut ada 153 posko, maka angka itu tidak tepat, karena posko yang mereka miliki hanya sekitar 90.
Namun ketika ditanya, jika angka Rp12,6 miliar itu disebut tidak tepat, maka berapa sebenarnya pengeluaran dari Teman Ahok atas rincian yang sama, pihak Teman Ahok memilih untuk tidak menjawab.
Amalia Ayuningtyas, pendiri Teman Ahok lainnya mengatakan, mereka "tak mau diaudit oleh media", sehingga rincian pengeluaran atau laporan keuangan dari Teman Ahok baru bisa diketahui setelah mereka menyerahkannya ke KPUD.
Dana operasional
Terhadap klaim soal bayaran pada relawan, pihak Teman Ahok, Amalia membenarkan bahwa ada biaya operasional sampai Rp2,5 juta per bulan, namun menurut Amalia ini bukan per orang, melainkan per posko atau dua orang.
Teman Ahok, menurut Amalia, memang memberikan bantuan operasional terhadap para relawan yang "sepenuhnya dibiayai dari hasil penjualan merchandise".
"Biar bagaimanapun mereka (relawan) sudah meluangkan waktu dan sumber daya untuk kerja ini, mereka harus bolak-balik ke Pejaten (Sekretariat Teman Ahok), tak bisa hanya sekadar terima kasih," kata Amalia.
Amalia juga menambahkan bahwa tiga dari lima bekas anggota Teman Ahok yang melakukan konferensi pers sudah dikeluarkan karena kualitas data KTP yang mereka serahkan tidak memenuhi syarat.
![]() |
Pihak Teman Ahok mengatakan bahwa mereka setidaknya melakukan tiga tahap verifikasi sebelum menghitung KTP yang dimasukkan dalam hitungan 'satu juta KTP buat Ahok'. |
Mereka pun, menurut Amalia, akan 'membuang' data KTP yang tak lulus verifikasi bertahap mereka itu.
"Orang bisa saja mengumpulkan KTP banyak banget dari mana, tapi kalau tak kita cek quality control-nya, bisa kebobolan. Jadi setelah pengumpulan KTP, itu ada verifikasi via telepon, ada yang via sms, ada yang input data (Nomor Induk Kependudukan) dan lain sebagainya.
"Jadi ada tiga tahap, kita scan juga, kita input, kita cek juga tanda tangannya, baru deh kita sampaikan ke verifikasi terakhir," kata Amalia.
Terhadap perdebatan klaim soal valid tidaknya KTP yang dikumpulkan oleh Teman Ahok ini, pengamat dan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Dodi Ambardi menilai, meski Teman Ahok mengklaim telah melakukan proses verifikasi secara bertahap, sah atau tidaknya KTP yang mereka kumpulkan itu baru akan terbukti ketika nanti berlangsung verifikasi resmi KPU.
"Maka tuduhan itu tidak akan berpengaruh sampai nanti KPU yang melakukan verifikasi, jadi tuduhan ini bisa benar atau bisa tidak," kata Dodi.
Dodi membenarkan bahwa selain semakin besarnya dukungan KTP yang harus dikumpulkan, proses verifikasi "memperberat" syarat bagi calon independen untuk mengajukan diri sebagai kandidat kepala daerah.
Terkumpulnya 1 juta lebih KTP untuk Ahok dianggap sebagai catatan karena menjadi dukungan KTP terbanyak dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia sejauh ini.
Meski sudah mengumpulkan dukungan cukup untuk menjadi calon independen, Ahok sendiri belum memutuskan apakah akan mengikuti jalur independen atau melalui dukungan partai politik. (bbc)