
Nusanews.com - Belum tuntas kasus Sumber Waras, Pemprov DKI kembali digoyang kasus pembelian lahan bermasalah. Kali ini terkait pembelian lahan seluas 4,5 hektar di kawasan Cengkareng Barat yang akan dipakai untuk pembangunan rumah susun. Lahan senilai Rp 600 miliar yang dibeli Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah (PGP) DKI itu ternyata milik Pemda DKI sendiri. Lahan itu tercatat milik Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pengan (KPKP) DKI. Gubernur Ahok menuding ada mafia tanah yang sengaja memalsukan dokumen, sedang Wagub Djarot Saiful Hidayat mengakui dirinya dan Ahok kecolongan.
Sama seperti Sumber Waras, yang menemukan kasus ini adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Temuan ini terangkum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Daerah DKI 2015.Transaksi pembelian lahan Pemda DKI oleh Pemda DKI ini terjadi November tahun lalu. Dinas PGP DKI membeli lahan itu dari pemilik bernama KS. Pemprov DKI merogoh kocek Rp 668 miliar melalui empat lembar cek dengan sertifikat SHM atas nama ahli waris KS yang terdiri atas saudari TNS, RPS, LRS, dan DZ.
Terkait temuan ini, Ahok geram. "Itu ada penipuan. Itu digarap belasan tahun dari mafia tanah. Ada penghilangan surat yang menyatakan itu sewa. Itu aslinya ternyata punya DKI," kata Ahok di Balaikota, kemarin.
Indikasi adanya kongkalikong itu diendus Ahok lantaran lurah di wilayah itu menyatakan tanah itu bukan milik Dinas KPKP DKI. "Waktu lapor ke lurah dia sebutnya bukan. Makanya saya minta musti telusuri duitnya ke mana saja atau oknum lurah juga terima duit," tegas Ahok.
Ancaman Ahok lebih garang lagi. Dia bakal melapor ke Bareskrim Polri. "Kita koordinasi dengan Bareskrim agar segera tindaklanjuti," tegasnya.
Selain ke KPK, Ahok juga akan menggiring persoalan ini ke KPK. Dia mengendus adanya gratifikasi. Pada awal Januari 2016, Ahok menyebut ada PNS yang mengembalikan gratifikasi ke KPK mencapai Rp 10 Miliar. Jumlah ini berasal dari dua dinas DKI, yakni Dinas PGP dan Dinas KPKP. "Kita proses saja. Kita sudah lapor KPK," tegasnya lagi.
Kecurigaan Ahok adanya oknum yang bermain di kasus ini dimulai ketika melihat pembayaran notaris yang begitu mahal. "Makanya, saya minta BPK periksa notaris itu juga. Mana ada orang bodoh sih mau bayar notaris Rp 4 hingga 5 miliar," tegasnya.
Wagub DKI Djarot Saiful Hidayat memberikan keterangan lain soal kasus ini. Dia mengatakan, potensi kerugian negara dalam pembelian lahan itu jauh lebih besar dibanding pembelian lahan RS Sumber Waras. Hasil audit BPK pada kasus pembelian lahan RS Sumber Waras menyebutkan ada kerugian negara Rp 191 miliar. Sementara, potensi kerugian negara dalam pembelian lahan di Cengkareng Barat diduga mencapai Rp 600 miliar. "Kami minta BPK melakukan investigasi karena diduga kuat ada permainan di situ," tegasnya.
Djarot mewanti-wanti bakal memberikan sanksi kepada pihak yang terlibat dalam pembelian lahan tersebut. "Kalau sudah menyangkut hukum pidana, akan kami pidanakan. Pokoknya kami tuntut pihak yang terlibat dalam kasus pembelian lahan di Cengkareng Barat ini," ancamnya.
Menurutnya, Ahok dan dia telah mengimbau anak buahnya tidak membeli lahan lewat calo. "Akhirnya kecolongan deh, pejabat pembuat komitmennya kecolongan karena nggak hati-hati," tutupnya.
Dikonfirmasi soal itu, Kepala Dinas KPKP DKI Darjamuni mengaku tak tahu menahu mengenai lepasnya aset lahan seluas 4,6 hektar di Cengkareng itu. Darjamuni mengungkapkan, pihaknya mengetahui lahan yang dimiliki lembaganya lepas saat melakukan pemeriksaan lapangan bersama BPK yang tengah menyusun laporan hasil pemeriksaan (LHP) 2015.
"Saat mengajak BPK itulah baru mengetahui bahwa lahan yang sama juga dimiliki oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah," kata Darjamuni. Dia menegaskan, dinasnya memiliki kelengkapan dokumen kepemilikan tanah tersebut. Tanah itu tidak pernah disewakan kepada pihak manapun. Karena itu, dia siap menghadapi proses hukum.
Kepala dinas PGP DKI Ika Lestari Aji menyatakan, lahan itu kini tengah dipermasalahkan Toeti Noeziar Soekarno. Toeti mengaku sebagai pemilik lahan. Dia membeberkan, Dinas PGP memang membeli lahan dengan sertifikat hak milik atas nama Toeti Noeziar Soekarno. Sebelum memutuskan untuk membeli lahan itu, Ika sudah meminta penjelasan kepada pemilik lahan. Namun, lahan itu ada yang mengakui dari pihak lain. "Yang bawa ke pengadilan itu yang punya sertifikat. Kan kami pertanyakan, kami minta penjelasan, akhirnya mereka bawa ke pengadilan. Yang punya sertiifikat mengaku dia yang punya," ujarnya.
BPK mengakui tengah menyelidiki kasus ini. "Potensi ada di laporan itu. Yang harus dibuktikan, apakah benar ada pengadaan tanah Cengkareng itu menyimpang, tidak sesuai dengan ketentuan dan menimbulkan kerugian negara," ungkap Kabiro Humas BPK Yudi Ramdan Budiman. *** (rmol)