
Nusanews.com - Pendamping Ahli "Teman Ahok" I Gusti Putu Artha menegaskan yang menjegal Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama maju lewat jalur perseorangan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah DPR RI.
Tanggapan ini terkait tudingan Tudingan penjegalan itu dilontarkan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy bahwa KPU menjegal Ahok.
"Yang menjegal DPR. Jelas, konkrit. Enggak usah malu-malu," kata Putu kepada media di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (11/6/2016).
Putu membeberkan fakta DPR menjegal Ahok dan calon perseorangan dalam Pilkada. Fakta pertama aturan terkait pilkada dianggap paling mahal. Sebab tercatat sudah mengalami enam kali perubahan sejak tahun 2004 hingga saat ini.
"Syarat dengan kepentingan," kata Putu.
Fakta kedua menurut Putu yakni terkait syarat calon perseorangan dalam Pilkada. Indikasi niat penjegalan oleh DPR mulai muncul dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh.
Fakta selanjutnya yakni adanya perubahan syarat dukungan calon perseorangan menjadi 6,5 persen hingga 10 persen.
"Fakta keempat kemarin akan ketahuan. Seluruh risalah. Partai-partai yang meminta sampai 15 persen sama dengan parpol akan kelihatan di situ," kata Putu.
Sehingga, dengan adanya empat fakta tersebut, Putu menilai DPR tidak niat dengan adanya calon perseorangan. Keberadaannya merasa tersaingi.
"Jadi secara historis, (ada) interest politik. Itu tidak ikhlas," kata Putu.
Lukman Edy sebelumnya menuturkan bukan pihaknya yang berusaha menjegal calon perseorangan dengan revisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), melainkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pernyataan tersebut diungkapkannya berkaitan adanya pasal dalam revisi UU Pilkada tentang verifikasi dukungan calon perseorangan yang ramai dibincangkan, terutama di DKI Jakarta.
"Saya bilang yang menjegal Ahok bukan DPR, tapi KPU. Karena, soal verifikasi faktual itu 100 persen kami sadur dari PKPU (Peraturan KPU)," kata Lukman dalam acara diskusi di bilangan Cikini. (kp)