
Nusanews.com - Setelah menutup rapat-rapat pintu rumah, keluarga Rita Krisdianti di Desa Gabel, Kecamatan kauman, Ponorogo, Jawa Timur pergi ke Madiun. Volunteer Migrant Institute Sulistyaningsih, mengatakan kepergian Poniyati (ibu Rita) dan Sardjono (ayah tiri Rita) untuk mengurus tanaman di ladang. "Rabu pagi mereka pergi. Semoga saja bisa lebih tenang dan terhibur,’’ kata Sulis, Rabu, 1 Juni 2016.
Pasca vonis hukuman mati dijatuhkan Mahkamah Tinggi dijatuhkan kepada Rita dijatuhkan kondisi psikilogis Poniyati dan Mujiono belum stabil dan tertutup. Mereka juga belum mau menerima wartawan yang ingin mewawancarainya. ‘’Kadang tenang, kadang syok. Untuk sementara mereka hanya mau berbicara kepada orang dekat yang dipercaya,’’ kata Sulis.
Ia juga tidak mengetahui kapan pasangan suami-istri itu kembali ke Ponorogo. Sebab, selama ini mereka bisa berhari-hari jika berada di Madiun yang merupakan daerah asal Sardjono. Apalagi di sana juga ada anak-anak kandung Sardjono sebelum menikah dengan Poniyati yang berstatus janda lantaran ditinggal mati Mujiono.
Dari pernikahannya yang pertama dengan Mujiono, Poniyati memiliki dua anak perempuan. Anak pertama merantau ke Bangka Belitung dan kedua adalah Rita yang kesadung masalah hukum di Malaysia. Mahkamah Tinggi Penang, Malaysia telah menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Rita lantaran kedapatan membawa tas berisi 4 kilogram sabu saat transit di bandara Malaysia pada 2013. (Baca: Rita, TKW yang Divonis Mati, Semasa Sekolah Tidak Nakal)
Sejak akhir 2015, Sulis mengatakan Migrant Institute mulai intens melakukan pendampingan. Mereka berusaha membesarkan hati kedua orang tua Rita. Adapun caranya dengan menyatakan upaya hukum lanjutan yang akan dilakukan pemerintah, yakni banding hingga tahap permohonan pengampunan Sultan di Malaysia.
Menurut Sulis, pernyataan tersebut intens disampaikannya kepada orang tua Rita. Ia berharap agar Poniyati dan Sardjono lebih tenang dan mendekatkan diri kepada Tuhan. ‘’Kalau tidak bisa bertemu, saya juga sering menelpon bu Poni (Poniyati) kadang dia yang telpon,’’ ucap dia sembari menyatakan komunikasi melalui telepon biasa berlangsung dua hingga tiga kali per hari.
Januri, salah seorang perangkat Desa Gabel menyatakan pemerintah desa setempat tidak bisa berbuat banyak untuk mendampingi keluarga Rita. Sebab, mereka masih menutup diri dan larut dalam kesedihan. ‘’Kami (pemerintah desa) masih diam karena kerabat yang tinggal di sebelah rumahnya saja tidak berani mendekat,’’ ujar pamong Urusan Teknis di Desa Gabel itu.
Kendati demikian, Januri dan warga Desa Gabel berharap agar Rita bisa dibebaskan dari hukuman mati. Sebab, selama ini perempuan tersebut dikenal pendiam dan tidak aneh-aneh. Mereka tidak menyangka kalau Rita tersandung kasus narkotika selama ini dikenal baik.
Rita merupakan TKW yang kedapatan membawa tas berisi 4 kilogram sabu-sabu saat transit di bandara Malaysia. Atas tuduhan tersebut ia dijerat Pasal 39B Akta Dadah Berbahaya Tahun 1952 dengan ancaman hukuman gantung jika terbukti bersalah. (tp)