
Nusanews.com - Pemuda asal Toba Samosir, Sumatera Utara bernama Sahat Safiih Gurning (27) akhirnya bisa menghirup udara bebas. Pasalnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Balige memvonis bebas atas kasus mengubah 'Pancasila' menjadi 'Pancagila'.
Apa yang dilakukan Sahat seharusnya menjadi pelajaran agar para pemimpin dan aparat penegak hukum di negeri ini bisa lebih menahan emosinya dan tidak alergi terhadap kritikan.
"Berkaca pada kasus "Pancagila" dan mungkin parodi-parodi politik lain yang kelak akan muncul lagi, mari kita semua terutama penguasa yang ada (baik eksekutif, parlemen dan lembaga peradilan) mengambil hikmah positif untuk negeri yang lebih baik ke depan. Jangan cepat marah dan alergi bila dikritik," ujar Wasekjen Partai Demokrat (PD) Didi Irawadi Syamsuddin, Jumat (5/8/2016).
Didi mengatakan, kritik yang dikemas dalam bentuk parodi dalam Facebook Safiih Gurning bukanlah hal yang baru di negeri ini. "Di banyak negara maju parodi macam itu adalah hal yang biasa bahkan lebih keras dan tajam, tetapi negara tidak pernah mengkriminalkan para pelaku.
Justru kerap menjadi masukan dan introspeksi diri bagi penguasa," ujar Didi. Dia menambahkan, dari sisi putusan pengadilan ini justru bisa menjadi tonggak sejarah besar dalam kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di Indonesia.
"Pengadilan nun jauh di sana, di Balige justru ada hakim-hakim hebat yang memahami HAM dan keadilan yang sejati," tegas Juru Bicara Partai Demokrat itu.
Majelis hakim, kata Didi, juga tidak melihat kasus itu dalam konteks sebatas apa yang tersurat saja, tetapi hati nurani hakim justru melihat makna yang tersirat dalam isi "Pancagila" tersebut sebagai kenyataan yang sesungguhnya dirasakan masyarakat saat ini. "Saya kira tidak ada yang berani membantah bahwa praktik korupsi, kolusi dan nepotisme terus masih mengancam dan menghantui perjalanan demokrasi di negeri ini," pungkasnya. (ok)