logo
×

Senin, 21 November 2016

FOKUS: Wah, Pihak Asing Mulai Intervensi Minta Penyidikan Ahok Disetop

FOKUS: Wah, Pihak Asing Mulai Intervensi Minta Penyidikan Ahok Disetop

NUSANEWS - Perihal demonstrasi besar-besaran 4 November lalu hingga akhirnya Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dijadikan tersangka kasus dugaan penistaan agama, sudah ikut jadi “makanan” pihak asing untuk disoroti.

Bahkan tidak hanya memberitakan dan menyoroti, pihak asing pun mulai intervensi hukum yang ada di sini (Indonesia). Seperti halnya soal keputusan pemerintah untuk menghukum mati gembong narkoba, sampai kasus “Kopi Sianida” dengan terdakwa (kini tervonis) Jessica Kumala Wongso.

Dalam dua kasus itu, negara tetangga Australia yang paling lantang ikut campur ketetapan hukum kita. Mereka sebelumnya memrotes kebijakan pemerintah RI, untuk mengeksekusi mati dua warga mereka, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, dua gembong narkoba Bali Nine.

Soal persidangan Jessica juga begitu. Australia berkenan membantu Polri dalam penyelidikan kematian I Wayan Mirna Salihin dengan syarat, pengadilan di Indonesia tidak menjatuhkan vonis hukuman mati pada Jessica.

Kini kasus dugaan penistaan agama pun mulai dicampuri pihak asing. Dicampuri dan tentunya hal begini ini sama saja tidak menghormati kedaulatan hukum di negara kita.

Tapi dalam kasus dugaan penistaan agama yang menyeret nama Ahok ini, bukan Aussie yang coba intervensi. Melainkan organisasi nonpemerintah asing Amnesty International.

Dalam situsnya, amnesty.org, mendesak Polri menghentikan proses hukum terhadap Ahok dengan tulisan bertajuk “Indonesia: Drop Blasphemy Case Against Jakarta Governor”.

“The Indonesian police should immediately drop the criminal investigation into Jakarta’s governor for alleged blasphemy,” tulis Amnesty International yang jika diterjemahkan artinya: ‘Kepolisian Indonesia harus segera menghentikan pemeriksaan kriminal terhadap Gubernur Jakarta atas dugaan penistaan agama’.

Amnesty International menilai, bahwa penetapan Ahok sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri pascagelar perkara pada Selasa 15 November lalu, lebih didasarkan tekanan dari ormas Islam.

“Dengan melakukan pemeriksaan dan menetapkan Ahok sebagai tersangka, otoritas telah menunjukkan bahwa mereka lebih khawatir terhadap kelompok garis keras agama, ketimbang menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM),” tegas Rafendi Djamin, Direktur Amnesty Internasional untuk kawasan Asia Tenggara dan Pasifik.

“Di antara polisi, opini yang ada terbelah soal apakah kasus itu harus diteruskan, memperlihatkan bahwa keputusan terhadap pemeriksaan terbuka terhadap Ahok adalah langkah yang kontroversial,” lanjutnya.

Pernyataan terakhir itu merujuk pada hasil gelar perkara Ahok yang dilakukan Bareskrim Polri, di mana hasil penetapan Ahok sebagai tersangka tidaklah mutlak di antara para penyelidik.

“Indonesia membanggakan diri dengan citra sebagai negara yang toleran. Kasus ini akan jadi preseden khusus dan membuat otoritas kesulitan dalam berargumen, bahwa mereka menghormati semua umat beragama,” tambah Rafendi.

“Hal ini juga menekankan pentingnya mencabut undang-undang penodaan agama yang sering digunakan untuk menargetkan mereka yang berasal dari agama dan keyakinan minoritas,” tandasnya.

Well, intervensi macam ini, apalagi sampai mendesak dihapusnya undang-undang tentang penodaan agama, jadi secuil dari campur tangan asing terhadap kedaulatan hukum Indonesia yang tentunya, tak bisa kita terima. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pun sebelumnya sudah menegaskan bahwa tak boleh ada yang intervensi, kok.

“Jangan ada yang menekan-nekan, jangan ada yang mencoba untuk intervensi. Biarkan Polri bekerja sesuai dengan aturan hukum yang ada,” cetus Presiden Jokowi, Kamis 17 November kemarin di kawasan Senayan.

Saat ini, kasus dugaan penistaan agama ini pasca-ditetapkannya Ahok sebagai tersangka, masih akan menunggu tiga pekan ke depan, di mana Bareskrim akan melengkapi pemberkasannya sebelum diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Selain itu, Bareskrim juga sudah menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan nomor B/228/11/2016/Ditpidum tanggal 16 November, ke pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).

"‎SPDP sudah kami terima dari Bareskrim, atas nama tersangka Basuki Tjahaja Purnama. Selanjutnya dalam waktu dekat ini, kami akan bentuk tim jaksa peneliti," terang Noor Rachmad, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum).

Dia juga menambahkan, nantinya tim jaksa yang ditunjuk akan ditugaskan untuk meneliti berkas perkara Ahok, setelah berkas dilimpahkan tahap satu dari Polri ke Kejagung. (ok)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: