
Nusanews.com - Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) Neta S Pane mengecam keras rencana Polri yang akan menurunkan aparat kepolisian berjubah dan bersorban dalam pengamanan aksi demo di Jakarta, 4 November 2016,.
Menurut Neta, Polri tak perlu melakukan itu dan harus tetap profesional serta proporsional dalam menjalankan tugasnya menjaga keamanan masyarakat.
Dalam situasi apapun, katanya, Polri jangan lebay dan harus mampu menjaga profesionalismenya serta harus proporsional.
"Artinya, sesuai SOP, dalam menjaga keamanan Polri hanya bisa melakukan keamanan terbuka dengan pakaian seragam dan pengamanan tertutup dengan pakaian preman. Tidak ada ketentuan bahwa anggota Polri diperbolehkan mengenakan jubah dan sorban dalam menjaga keamanan," kata Neta dalam siaran persnya yang diterima Warta Kota, Rabu (2/11/2016).
Sebab, kata dia, anggota Polri adalah anggota kepolisian nasional dan bukan anggota polisi keagamaan tertentu.
"Jika terjadi bentrok dalam aksi demo itu akan muncul kesan bahwa massa keagamaan tertentu bentrokan dengan polisi keagamaan tertentu. Ini akan merusak bangsa Indonesia ke depan," katanya.
Seperti diketahui, rencana Polri menurunkan polisi berjubah dan bersorban semakin mantap setelah dilakukan gelar pasukan di Monas dimana sejumlah polisi berjubah dan bersorban dipertontonkan.
"Hal ini semakin menunjukkan bahwa Polri seakan mengakomodir isu SARA dalam aksi demo 4 November mendatang. Padahal Polri seharusnya tetap menjadi polisi yang berwawasan negara kesatuan Inonesia, yang profesional dan proporsional serta jangan diseret-seret ke dalam isu maupun konflik SARA dan jangan terjebak ke dalam warna agama tertentu," kata Neta.
Sebab menurutnya jika Polri larut dalam isu tersebut, maka internal Polri sendiri yang akan terpecah dengan isu dan konflik SARA.
Neta menjelaskan, IPW menilai, dalam menyikapi isu demo 4 November mendatang, Polri sangat grogi dan kebingungan.
Hal ini ditandai dengan adanya perintah tembak di tempat dan akan memakaikan rok bagi polisi yang tidak berani melakukan tembak di tempat, yang kemudian pernyataan itu dibantah.
"Kemudian akan menurukan polisi berjubah dan bersorban. Padahal, hal itu akan sangat merugikan Polri, apalagi jika polisi yang berjubah dan bersorban itu menjadi korban, jika terjadi bentrok," katanya.
Untuk itu IPW mendesak agar Polri membatalkan rencananya menurunkan polisi berjubah dan bersorban.
"IPW tetap berharap Polri tetap profesional dan proporsional dan jangan lebay," katanya.
Selain itu, tambah Neta, IPW juga berharap, Presiden Jokowi konsisten dengan omongan dan janjinya bahwa tidak akan melakukan intervensi dalam kasus hukum yang menyangkut Ahok, sehingga Polri tidak terbebani dan tercoreng citranya akibat kasus ini.
Hal ini patut diingatkan karena intervensi kekuasaan dalam kasus hukum bukan yang pertama.
Dalam dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi saja sudah ada tiga kasus hukum yang diintervensi kekuasaan. Yakni kasus Novel Baswedan, kasus Bambang Widjojanto, dan kasus Abraham Sammad, yang seharusnya bisa diselesaikan lewat pengadilan.
"Untuk itu IPW berharap Jokowi konsisten akan janjinya dalam kasus Ahok agar Polri tidak menjadi bulan bulanan masyarakat," kata Neta. (tn)