
NUSANEWS - Gelar perkara yang dilakukan Polri atas dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi perhatian publik.
Gelar perkara akan berdampak secara aspek hukum maupun politik di Indonesia, dan seharusnya pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mampu menelaah dampak yang ditimbulkan.
"Analisa obyektif dampak dari kasus yang melibatkan Ahok akan menjadi catatan sejarah, dan bisa saja tercatat sebagai catatan buruk di rezim Jokowi. Pasalnya jika gelar perkara tidak menghasilkan peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan dengan ditetapkannya Ahok sebagai tersangka akan berdampak buruk ke depan," tutur pengamat politik Panji Nugraha kepada redaksi, Rabu (16/11).
Dia menilai, terdapat dua aspek pertaruhan pemerintahan Jokowi dalam kasus Ahok tersebut. Dari aspek hukum, jika Ahok lolos dari jeratan hukum maka perkataan Ahok yang menyinggung kitab suci sebuah agama bukan tidak mungkin akan digunakan bebas oleh calon kepala daerah lain untuk berkampanye, dengan mengesampingkan pelanggaran hukum dan keberagaman di Indonesia.
Sedangkan secara aspek politik, jika kasus Ahok tidak menemukan titik terang secara hukum maka bukan tidak mungkin aksi bela Islam jilid tiga dengan jumlah massa lebih banyak akan kembali turun ke jalan.
"Rezim Jokowi sebenarnya sudah mengetahui dampak yang terjadi dari gelar perkara tersebut. Apalagi secara politik dengan tidak ditingkatkannya status Ahok akan memancing aksi massa jilid tiga yang lebih besar dan akan semakin memperkuat persepsi jika Jokowi melindungi Ahok. Hal tersebut kiranya yang perlu ditanggapi dan dicarikan solusi, jangan sampai hanya karena satu orang Jokowi mengorbankan rakyat," jelas Panji yang juga direktur eksekutif Bimata Politica Indonesia (BPI). (rmol)