
NUSANEWS - Penetapan Gubernur DKI Jakarta, yang saat ini tengah cuti kampanye Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sebagai tersangka kasus penistaan agama menurunkan tensi politik.
Fokus isu sudah saatnya diarahkan ke proses pilkada yang sedang memasuki tahapan kampanye pasangan calon. Pencoblosan suara akan diselenggarakan pada bulan Februari 2017.
Menurut Mahfuz Sidik, anggota DPR RI dari FPKS, semua parpol peserta pilkada DKI dan juga warga masyarakat harus mencermati potensi kecurangan yang bisa terjadi di pilkada yang diyakini akan berlangsung sengit persaingannya.
"Kita semua jangan berpikir semua proses akan normal. Dalam suasana persaingan yang sengit, potensi kecurangan akan besar. Ini bisa dilakukan oleh siapa saja," kata Mahfudz mantan Ketua Komisi I DPR ini dalam rilis yang diterima, Kamis (16/11)..
Menurut dia, potensi kecurangan sebenarnya ada di empat tempat. Pertama di daftar pemilih tetap yang dikeluarkan oleh KPUD DKI.
"Kita tahu data pemilih tetap basisnya adalah data penduduk yang didukung oleh E-KTP. Sementara proses E-KTP belum tuntas. Jadi ada potensi kerawanan yang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang punya akses ke data penduduk dan data pemilih untuk melakukan manipulasi data," katanya.
Menurutnya, manipulasi data pemilih bisa terjadi melalui mobilisasi pemilih siluman dari daerah luar Jakarta atau menggunakan data penduduk yang sudah tidak valid (meninggal, pindah, dll).
Kedua, kecurangan pada saat pencoblosan. Praktek yang sering terjadi di banyak pilkada adalah politik uang untuk mencoblos pasangan tertentu, intimidasi dan juga penggunaan surat suara yang tidak terpakai.
"Ini praktek yang sering ditemui saat pilkada dibanyak tempat. Harus dicermati jangan sampai ada pemilih yang tidak jelas identitasnya, " katanya lagi.
Ketiga, kecurangan pada saat rekapitulasi suara mulai dari TPS, PPS dan PPK. Hal ini terjadi umumnya ketika para saksi tidak bisa mengawal dengan tuntas. "Masalah yang kerap terjadi saksi sudah pulang sebelum rekap selesai dan mereka banyak yang tidak punya salinan hasil rekap," ungkap Mahfudz.
Tempat kecurangan terakhir bisa terjadi pada saat rekap akhir melalui komputasi di KPUD. Meski penghitungan akhir dilakukan secara manual, tetapi perubahan data di proses komputasi akan sangat berpengaruh pada hasil akhir.
"Saksi tiap partai harus mengawal sampai tuntas di KPUD dan harus memiliki salinan rekap lengkap dari TPS, PPS dan PPK. Kalau tidak bisa repot." Mahfudz mengingatkan.
Oleh karena itu, pihaknya meminta agar semua parpol dan warga DKI harus aktif mengawasi dan mengawal semua tahapan pilkada DKI. Agar hasilnya valid dan tidak memicu ketegangan politik baru. (rmol)