logo
×

Rabu, 08 Februari 2017

Panglima Tak Tahu TNI Beli Heli Yang Ditolak Jokowi, Ini Kata DPR

Panglima Tak Tahu TNI Beli Heli Yang Ditolak Jokowi, Ini Kata DPR

IDNUSA - Pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101 oleh TNI AU menuai polemik. Tidak hanya soal penolakan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), tapi juga pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang mengaku tidak mengetahui pembelanjaan alutsista dari masing-masing matra termasuk helikopter AW 101.

Jenderal bintang empat ini mengungkapkan, peraturan Menteri Pertahanan (Menhan) No 28 tahun 2015 ini membatasi kewenangannya untuk memantau alur perencanaan pembelanjaan alutsista di masing-masing matra.

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari menilai, lemahnya koordinasi sehingga timbul kesalah pahaman di antara pihak terkait.

"Berarti koordinasinya perlu ditingkatkan lagi. Koordinasi antara di kementerian, di eksekutif ini saya kira perlu ditingkatkan lagi lah. Sehingga jangan sampai muncul ada miss perception, ada miss understanding antara satu dengan yang lain," kata dia di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/2).

Saat ditanya adanya peraturan Menteri Pertahanan yang dinilai membatasi kewenangan Panglima TNI, Abdul Kharis enggan banyak berkomentar. Dia mempersilakan untuk bertanya langsung ke Menhan Ryamizard Ryacudu.

"Mestinya dilihat undang-undangnya seperti apa. Peraturan Menteri itu tidak mungkin keluar dari undang-undang, nanti kita cek dulu undang-undangnya ya," kata dia.

"Peraturan Menteri Pertahanan dibuat oleh Menteri Pertahanan dan itu kewenangan beliau (Menhan). Penting atau tidak ya tanyakan sama pak Menhan dong jangan tanyakan pada saya," sambungnya.

Lebih lanjut, ia menyatakan, agar pihak-pihak terkait berkonsolidasi guna membahas soal hal itu.

"Saya kira kami persilakan dikonsolidasikan dulu. Ini kan urusan eksekutif ya. bukan urusan kami, antara eksekutif dengan eksekutif. Kalau kemudian disampaikan kepada kami sikap kami adalah silakan dibahas dulu, selesaikan dulu apapun penyelesaiannya nanti sampaikan kepada kami," papar Politikus PKS ini.

Sebelumnya diberitakan, pemlian helikopter AgustaWestland (AW) 101 oleh TNI AU menjadi polemik pasca Presiden Joko Widodo menyatakan penolakan. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku tidak mengetahui pembelanjaan alutsista dari masing-masing matra termasuk helikopter AW 101.

"Saya sebagai panglima sama dengan detasemen markas mabes. Saya tidak kendalikan AD, AL, AU. Mengapa? Pada UU 25/2004 mengatakan alur perencanaan visioner menggunakan mekanisme bottom up, top, down secara terpadu. Semua keputusan pertahanan sudah benar, ketat, sistematis," kata Gatot saat rapat bersama Menhan Ryamizard Ryacudu dan Komisi I DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/2).

"Tapi begitu muncul peraturan Menhan No.28 tahun 2015 kewenangan saya tidak ada. Harusnya ini ada. Sekarang tidak ada. Kewajiban TNI membuat perencanaan jangka panjang, menengah, pendek," sambungnya.

Saat ini, Gatot hanya bisa menjelaskan belanja barang di internal Mabes TNI. Dia menjelaskan, total belanja barang di Mabes TNI sebesar Rp 4,8 triliun. Namun, untuk ketiga matra, Gatot mengaku sama sekali tidak mengetahui.

"Yang dilakukan mabes hanya untuk kekuatan integratif operasional baik patroli laut, udara, perbatasan Rp 2,3 triliun. Modernisasi alutsista Rp 1,3 triliun. Profesionalisme prajurit Rp 500 M. Rp 4,3 triliun untuk pegawai, Rp 1,9 triliun barang kantor 36 satuan kerja," tegasnya.

Keterbatasan wewenang ini juga membuat Gatot sulit bertanggung jawab atas pengadaan di ketiga matra yakni Angkatan Darat, Laut dan Udara. Padahal itu tentu saja sangat berkaitan dengan proses Minimum Essential Force TNI.

"Padahal di Pasal 3 UU TNI, TNI di bawah koordinasi Kemhan tapi bukan unit operasionalnya. Karena pasal 4, TNI terdiri AU, AD, AL di bawah Kemhan. Saya buka ini seharusnya sejak 2015," jelasnya.

Selain itu, Jenderal bintang empat ini menyebut aturan Menhan itu sebagai pelanggaran hirarki. Alasannya, Mabes TNI tidak bisa lagi membawahi ketiga matra karena langsung menjadi tanggung jawab Menhan. Apalagi, Maret 2018 nanti Gatot akan diganti lantaran memasuki masa pensiun.

"Saya tidak atur anggaran AU, AD, AL. Angkatan langsung tanggungjawab Kemhan, tidak melalui Panglima. Ini pelanggaran hirarki karena kami tidak membawahi angkatan. Jadi kita bicara di sini anggaran belum tentu kita bisa cairkan," paparnya.

Mantan KASAD ini menambahkan, pihaknya menggandeng KPK untuk melakukan bersih-bersih di internal Mabes TNI dari segala praktik korupsi. Langkah ini diperlukan untuk mempermudah Panglima TNI berikutnya untuk mengawasi anggaran. Sayangnya, aturan Menhan membatasi gerak Gatot kesulitan melakukan pengawasan anggaran dari atas hingga ke bawah.

"Dalam hal ini yang bisa kami sampaikan mungkin ini tidak mengenakkan tapi saya lakukan untuk mempersiapkan adik-adik saya yang akan menjadi Panglima TNI ke depan supaya benar-benar bisa mengontrol dari atas sampai ke bawah dari segi anggaran juga," beber Gatot.

Dia mencontohkan, saat pembelian pesawat AW 101 juga tanpa memberitahu dirinya. Meski akhirnya rencana pembelian helikopter mendapat penolakan dari Presiden Joko Widodo karena tidak sesuai dengan keinginannya.

"Kita pernah mengalami bagaimana (masalah pembelian) Helikopter AW-101. Sama sekali TNI tidak tahu. Mohon maaf bila ini kurang berkenan," tandas dia. (mdk)
Follow
Terkoneksi dengan berbagai Sosial Media kami agar tetap terhubung dan mengetahui Informasi terkini.
Jangan Lupa Subscribe YouTube DEMOKRASI News: