
IDNUSA - Pengamat hukum dari Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Miko Kamal menilai, pengaktifan kembali Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta melanggar hukum karena bertentangan dengan sejumlah aturan yang mengarah pada pelanggaran konstitusi.
"Menurut Pasal 83 ayat 1 UU No 23/2017, kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang sedang menjadi terdakwa pidana kejahatan yang diancam hukuman paling singkat lima tahun harus diberhentikan sementara dari jabatannya," kata dia di Padang, Selasa (14/2/2017).
Ia menjelaskan, frasa paling sedikit lima tahun dan paling lama lima tahun tidak layak dijadikan perdebatan hukum karena sesungguhnya substansinya ada pada frasa tindak pidana kejahatan yang termuat di dalam Pasal 83 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2014.
Artinya, pembuat UU mengamanatkan kepada pemerintah bahwa setiap kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana kejahatan harus diberhentikan sementara dari jabatannya. Kemudian, ia menilai frasa paling singkat lima tahun yang tertera di dalam Pasal 83 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 bukan halangan hukum untuk memberhentikan sementara Basuki Tjahaja Purnama dari jabatannya.
Apalagi menggunakan dalih yang dibuat-buat oleh pihak-pihak tertentu bahwa seolah-olah dakwaan kejahatan yang dilakukan merupakan kejahatan ringan ataupun sedang. “Karena terdapat frasa selama-lamanya atau paling lama lima tahun dalam rumusan Pasal 156a KUHP,” katanya.
Ia menerangkan terminologi kejahatan ringan, sedang dan berat tidak dikenal di dalam hukum pidana, KUHP hanya membagi delik dalam dua tandan besar, yaitu kejahatan dan pelanggaran. “Kejahatan dikenal sebagai delik berat, sedangkan pelanggaran sebagai delik ringan yang keduanya terlihat dari kuantitas hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelakunya,” ujarnya.
Ia menyampaikan frasa paling singkat lima tahun dan frasa selama-lamanya atau paling lama lima tahun hanya batas teknis ancaman hukuman yang keduanya sama-sama diakui keberadaannya dalam sistem hukum Indonesia. “Keberadaan kedua frasa itu tetap memungkinkan majelis hakim menjatuhkan pelaku tindak pidana kejahatan selama lima tahun, dan kedua-duanya juga ancaman hukuman yang normal bagi pelaku kejahatan dalam lingkup hukum pidana kita,” ujarnya.
Oleh sebab itu dengan alasan-alasan hukum di atas, Mendagri jelas-jelas telah melakukan pelanggaran hukum serius dan mengarah kepada pelanggaran konstitusi negara yang seharusnya dijunjung tinggi. (ok)