![]() |
Mantan Anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani menjadi saksi terkait kasus dugaan korupsi KTP elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3/2017). Miryam S Haryani menjadi saksi untuk terdakwa Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman. Perbuatan keduanya diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun. TRIBUNNEWS/HERUDIN |
Dalam BAP setebal 27 halaman itu, diketahui bahwa Miryam diperiksa empat kali sebagai saksi atas terdakwa Sugiharto, yaitu pada 1, 7, dan 14 Desember 2016, serta 24 Januari 2017. Kemudian pemeriksaan oleh penyidik Novel dan MI Susanto itu dilakukan di Kantor KPK Jl HR Rasuna Said, Jakarta.
Miryam mengaku mendapat perintah dari Pimpinan Komisi II untuk membantu mengkoordinir pemberian dari Dukcapil. Ia menerima dua kali pengiriman uang dari Sugiharto. Selanjutnya sesuai perintah Chairuman Harapan selaku Ketua Komisi II saat itu, ia membagi uang dalam amplop terpisah.
Seluruh amplop berisi uang Dollar kemudian diserahkan pada nama-nama yang terdata dalam daftar. Khusus pemberian kepada pimpinan Komisi II, Miryam memberikan keterangan khusus pada bagian nama Ganjar.
Menurutnya, para pimpinan Komisi II seluruhnya menerima uang US$3000 terkecuali satu orang, Ganjar Pranowo. Sedangkan lainnya, yakni Burhanuddin Napitupulu (Fraksi Golkar), Taufik Efendi (Fraksi Demokrat), dan Teguh Juwarno (Fraksi PAN), tidak ada kalimat menolak atau mengembalikan.
Seluruh amplop itu diterima oleh orang-orang yang dituju, kecuali satu orang yakni Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pranowo. Politikus yang sekarang menjabat Gubernur Jateng itu menolak pemberian Miryam. Uang itu oleh Miryam kemudian diserahkan kepada Yasona Laoly yang kini menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
“Saya berikan Rp 100 juta kepada saudara Ganjar Pranowo dari Fraksi PDI-P namun dikembalikan lagi kepada saya, saya serahkan kembali kepada sdr Yasona Laoli selaku Kapoksi,” kata Miryam sesuai yang tertulis dalam BAP.
![]() |
BAP Miryam tentang kasus dugaan korupsi e-KTP. (istimewa) |
Pada pemeriksaan kedua, 7 Desember 2016, Miryam mengubah nominal pembagian uang. Miryam mengatakan nominal uang yang diberikan pada anggota komisi US$1500, kapoksi US$1500, dan untuk empat pimpinan Komisi II masing-masing US$3000.
Pada BAP kedua ini, Miryam juga menjelaskan bahwa Ganjar lagi-lagi menolak uang pemberiannya.
Menanggapi hal itu, Ganjar mengungkapkan, beredarnya BAP itu menurutnya mengkonfirmasi pernyataannya sebelumnya bahwa ia pernah diperiksa KPK dan di konfrontasi dengan Miryam.
“Mungkin Allah memberikan jalan saja pada saya, karena pertama terkonfirmasi oleh cerita saya dulu bahwa saya dikonfrontasi oleh penyidik, dan yang saya ceritakan hari ini ada tulisannya ternyata. Saya senang saja, Alhamdulillah,” ungkapnya.
Beredarnya BAP tersebut, menurut Ganjar, menjadikan publik bisa mengetahui secara lengkap tentang siapa yang menerima dan siapa yang tidak.
“Yang penting, mungkin publik akhirnya tahu, siapa yang menerima dan siapa yang tidak. Karena ini berkaitan banyak hal, ada keluarga saya, ada kredibilitas dan macam-macam, sekarang terkonfirmasi dengan data itu ya saya sih senang saja,” katanya.
Ia menilai, beredarnya BAP tersebut membuat publik akan tahu bagaimana sikapnya soal proyek tersebut saat itu. Termasuk kondisi dan fakta dalam kasus ini.
“Mungkin dari situ juga bisa menjelaskan alurnya seperti apa, dan siapa aktor yang ada di sana. Sehingga harapan saya publik lebih jelas,” ujarnya.
Sementara itu, Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP, akan menghadirkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo sebagai saksi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/3) ini.
Saat ditemui di rumah dinas Gubernur Jateng “Puri Gedeh” Kota Semarang, Rabu (29/3), Ganjar menegaskan akan hadir memenuhi undangan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke persidangan Tipikor.
“Saya mau datang, apapun pertanyannya hakim pasti kita jawab,” tegas Ganjar. Ganjar mengaku tak ada persiapan khusus. Ia siap menjawab apapun pertanyaan yang diajukan hakim. Ia memperkirakan pertanyaan akan seputar kesaksiannya saat diperiksa penyidik KPK beberapa waktu lalu.
“Saya nggak tahu, apa yang mau ditanyakan hakim di persidangan, waktu dulu saya dimintai kesaksian (di penyidik KPK), kan lebih banyak bagaimana proses penganggaran, siapa yang menerima uang Pak Ganjar tahu atau tidak, memang saya tidak banyak tahu secara langsung,” ungkapnya.
Politikus PDI Perjuangan ini juga menegaskan bahwa dirinya tak menerima aliran dana suap e-KTP. Ia justru memperkirakan, ada tiga kemungkinan yang terjadi, pertama menerima (tapi tidak sampai), tidak menerima, dan dapat jatah.
“Sebenarnya saya tidak terima, mungkin saya dijatah sehingga saat ditawari ini ada sesuatu saya bilang nggak usah, jadi bukan saya menerima dan saya kembalikan, itu tidak,” katanya.
“Insya Allah saya tidak menerima, maka jawaban saya pasti tinggal menyampaikan saja ke sidang,” sambungnya. (tn)