IDNUSA - Persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP telah digelar pada 9 Maret lalu. KPK telah membacaakan dakwaan dan menyebut sejumlah nama besar. Tapi sayangnya persidangan itu digelar tertutup, kontroversi publik pun bermunculan.
Menanggapi hal tersebut Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menyayangkan hal tersebut. Menurut Yunus sidang dugaan korupsi yang merugikan uang negara triliunan rupiah itu harus dibuka untuk publik agar pelakunya jera.
"Pengawasan publik masyarakat bisa jalan kalau terbuka, kalau nggak bagaimana masyarakat bisa tahu," ujar Yunus di Istana Presiden, Jakarta Pusat, Senin (13/3).
Yunus melanjutkan, salah satu prinsip dalam pengawasan korupsi sesuai proses hukum adalah naming and shaming atau penyebutan nama agar terduga merasa dipermalukan.
"Permalukan biar ada deterrence effect (efek jera yang gaungnya bergema luas), selama ini kurang dimanfaatkan, termasuk hukuman sosial harus dimanfaatkan, jadi mereka nggak malu-malu saja, nanti kalau mereka masuk penjara, apalagi duitnya tidak diambil, tidak dikejar di sana dia bisa mewah-mewah kan," jelas Yunus.
Terkait aliansi masyarakat sipil yang meminta Presiden Jokowi menonaktifkan pejabat yang tersangkut e-KTP, Yunus mengaku hal itu tak perlu dilakukan sebelum status mereka menjadi tersangka. Meski demikian Yunus mengimbau segenap pihak terkait untuk konsisten mempublikasikan perkembangan kasus ini secara transparan.
"Kalau sekarang sih belum ya karena dia belum jadi tersangka, baru disebut saja. Tapi mempublikasikan kasus ini secara transparan, kemudian kalau udah jadi tersangka proses peradilannya harus dibuka, jangan seperti sekarang kan siaran langsung nggak boleh, gimana publik mau mengawasi," ujarnya. (kp)