
IDNUSA, JAKARTA - Video kampanye bertajuk keberagaman milik pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saifulah Hidayat menuai kontroversi. Pasalnya, ada bagian dalam video tersebut yang dianggap menyudutkan agama tertentu.
Pengamat politik dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, menilai video kampanye Ahok-Djarot tersebut merupakan jurus pamungkas tim Ahok-Djarot sebelum pencoblosan putaran II pada Rabu 19 April nanti.
"Ini salah satu jurus pamungkas mengingat survei Ahok masih tertinggal dari penantangnya. Satu-satunya jalan yang bertindak ekstrem seperti mengumbar iklan video tersebut," kata Masnur saat berbincang dengan Okezone melalui sambungan telefon, Selasa (11/4/2017).
Masih berdasarkan penilaian Masnur, tim Ahok-Djarot juga sedang berjudi dalam mengeluarkan video kampanye tersebut. Di satu sisi mereka mengetahui video akan menjadi kontroversi, di sisi lain ingin membangun pandangan bahwa Ahok-Djarot adalah pemimpin yang antikekerasan.
Masnur menambahkan, tujuan video tersebut cenderung ingin membentuk perasaan takut di tengah masyarakat. Kemudian dibangun stigma bahwa hanya Ahok-Djarot yang memiliki andil lebih untuk mengatasi rasa takut tersebut.
"Pesan lainnya, yang berseberangan dengan Ahok adalah kelompok jahat yang anarkis dengan membawa simbol-simbol agama. Ini yang menyesatkan menurut saya, menjual rasa takut," tambah Masnur.
Yang disesalkan Masnur, isi video tersebut justru berpotensi menciptakan perasaan mencekam di tengah masyarakat dan berbahaya bagi harmoni sosioal dan kebhinekaan di Ibukota. "Alih-alih kepentingan politik, iklan tersebut justru mengancam integrasi sosial di ibukota," tegas Masnur.
Sementara itu, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) telah melaporkan video kampanye Ahok-Djarot tersebut ke Bawaslu, kemarin siang. ACTA menilai isi video melanggar Pasal 69 huruf B UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, yaitu dalam kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, dan golongan. Selain membuat laporan ke Bawaslu, ACTA juga membawa video tersebut ke Bareskrim Mabes Polri. (ok)