
NUSANEWS, JAKARTA - Perintah Presiden Joko Widodo membuat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tidak bisa tidur. Adapun perintah tersebut memintanya untuk mengusut dugaan kerugian negara dalam pengadaan Helikopter Agusta Westland (AW) 101.
"Nggak bisa tidur saya diperintahkan Pak Presiden seperti itu," ujarnya usai menggelar rapat koordinasi dengan komisi antirasuah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (26/5).
Karena diperintahkan untuk mengejar siapa pihak-pihak yang melakukan penyalahgunaan anggaran pembelian AW 101 itu, TNI pun bekerja cepat. Dari hasil penyelidikan POM TNI bekerja sama dengan KPK, BPK, PPATK, dan Kepolisian ditemukan kerugian negara sebesar Rp. 220 miliar.
Dari tujuh saksi yang diperiksa dengan enam orang dari militer dan tujuh orang dari sipil, mereka menetapkan tiga tersangka. Semuanya berasal dari unsur TNI AU. Sementara terhadap sipil, KPK yang menangani kasus tersebut masih menjadikan tujuh orang sebagai saksi.
Gatot menjelaskan, mengapa TNI lebih cepat dari pada KPK dalam penetapan tersangka dari unsur militer, karena dirinya memberikan batas waktu. Dia meminta agar bukti keterlibatan personel TNI dalam kasus tersebut didahulukan. "Saya minta supaya cepat biar ada kejelasan," ungkapnya.
Lagi pula kata Gatot, KPK tidak diperintahkan presiden untuk mengusut dugaan korupsi pengadaan AW 101. "Panglima TNI diperintah presiden, kejar terus. Maka saya kejar KPK," ujarnya dengan sedikit berguyon.
Bahkan Gatot mengaku menekan anak buahnya untuk menelusuri dugaan penyalahgunaan anggaran tersebut. "Danpom TNI tiga bulan muncul uban karena saya ancam-ancam terus. Kalau saya ditekan presiden saya tekan anak buah saya juga," ucapnya tertawa geli.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu menambahkan, ditetapkannya tiga orang tersangka dari militer masih hasil sementara. Gatot menegaskan akan mengejar pihak-pihak yang diduga terlibat siapapun dia dan apapun jabatannya. "Sampai pensiun pun akan saya kejar," pungkas Gatot. (jpg)