
NUSANEWS, JAKARTA - Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, membeberkan bagi-bagi duit kepada Komisi X DPR untuk menggolkan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Jumlahnya mencapai puluhan miliar rupiah.
Hal itu diungkapkan Nazaruddin ketika bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kemarin untuk perkara terdakwa Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng.
Nazaruddin menyebutkan, jatah duit untuk Mahyudin, Ketua Komisi X DPR adalah Rp 10 miliar. Sedangkan untuk anggota Komisi X Rp 3 miliar. "Pokoknya totalnya Rp 21 miliar," ucapnya.
Ia melanjutkan, pembagian uang untuk menggolkan proyek Hambalang dikoordinir anggota Komisi X Angelina Sondakh. Angie, sebut Nazaruddin, adalah Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai Demokrat di Komisi X.
"Bu Angie yang tahu di Komisi itu. Karena bu Angie posisinya Ketua Kapoksi Anggaran Komisi X. Waktu itu sekretarisnya Wayan Koster," paparnya.
Nazaruddin juga menyebut bahwa bekas Wakil Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi PDIP, Olly Dondokambey menerima uang sebesar Rp 6 miliar untuk menggolkan proyek Hambalang.
Nazar membeberkan, Olly yang kini Gubernur Sulawesi Utara menerima uang itu dalam dua tahap. Tahap pertama, Olly menerima Rp 5 miliar dan kedua Rp 1 miliar. "Itu yang Rp 1 miliar untuk anggaran kedua, kan anggaran pertama baru turun Rp 150 miliar. Anggaran kedua Rp 500 miliar, jadi ditotal Rp 5 miliar dan Rp 1 miliar (untuk Olly)," jelasnya.
Proyek P3SON Hambalang dikerjakan secara multiyears atau tahun jamak. Anggaran sudah disediakan sejak era Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Adhyaksa Dault. Adhyaksa lalu diganti Andi Alfian Mallarangeng, kakak Choel.
Nazaruddin mengaku telah mengucurkan uang Rp 7 miliar atas permintaan Sekretaris Kemenpora saat itu Wafid Muharam. "Waktu itu permintaan Rp 7 miliar itu. Rp 5 miliar untuk Pak Choel. Rp 2 miliar untuk operasional Kementerian. Uang itu diserahkan ke Pak Wafid," bebernya.
Anak buah Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang yang menyerahkan duit itu kepada Wafid. "Realisasinya dollar apakah apa, saya nggak tahu. Teknis di Rosa dan Wafid," sebutnya.
Nazaruddin juga mengungkapkan adanya upaya untuk membungkam dirinya agar tak koar-koar soal proyek Hambalang. Saat itu, Nazar sudah dijebloskan ke Rutan Cipinang oleh KPK.
"Saya ketemu Pak Wayan Koster. 'Sudah diamankan semua Pak Nazar. Tolong diam saja'," kata Nazaruddin mengungkapkan permintaan Wayan Koster dari Fraksi PDIP itu.
"Mau diberi uang Rp 10 miliar, saya nggak mau," tolak Nazar.
Dalam persidangan sebelumnya, Rosalina yang dipanggil untuk memberikan kesaksian menyatakan, PT Adhi Karya ingin mendapatkan proyek Hambalang dengan melobi Choel.
Ia mengungkapkan Nazaruddin ingin menggandeng PT Adhi Karya dan PT Duta Graha Indah (DGI) sebagai pelaksana jasa konstruksi proyek Hambalang.
Keinginan Nazaruddin itu pun kemudian Rosa bicarakan dengan Manager Pemasaran PT Adhi Karya Arief Taufiqurrahman. Rosa juga menemui Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram.
"Setelah pertemuan dengan Pak Wafid, saya dan Pak Arief sering kontak BBM. Seminggu bisa tiga kali bertemu koordinasi (soal) Hambalang," tutur. Rosa.
Namun, beberapa minggu kemudian Arief mulai sulit dihubungi dan menghindari pertemuan dengan Rosa. Sampai akhirnya, Rosa memergoki Arief sedang bersama Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Ida Bagus Wirahadi di ruangan Wafid. Padahal, ketika Rosa mengajak bertemu, Arief mengaku sedang berada di luar kota.
"Saat ketemu itu saya minta kejelasan, 'Bapak sebenarnya kalau mau maju sendiri, saya jangan diping-pong.' Di situ Pak Arief minta maaf, katanya kami sudah punya jalur sendiri melalui orang nomor satu (di Kemenpora) ini, tapi lewat jalur Pak Choel," terang Rosa.
Temuannya itu pun kemudian dia sampaikan kepada Nazaruddin. "Saya sampaikan ke Pak Nazar, mereka (Adhi Karya) sudah punya jalur sendiri lewat Pak Andi Mallarangeng," kata Rosa.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Choel memperkaya diri sendiri, kakaknya Andi Mallarangeng senilai Rp 4 miliar dan 550.000 dolar Amerika dari proyek Hambalng.
Choel dianggap melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaiman dakwaan primair.
Sementara dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 juncto 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kilas Balik
Dapat Cuti 3 Bulan, Andi Bebas Di Hari Kartini
Bertepatan dengan Hari Kartini 21 April 2017, bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng menghirup udara bebas. Ia dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung karena mendapat cuti menjelang bebas (CMB).
"Andi Alfian Mallarangeng memperoleh CMB 3 bulan dengan ketentuan wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan Klas I Bandung," ucap Kasubag Publikasi Humas Ditjen Pemasyarakatan Syarpani.
Andi divonis hukuman pidana penjara 4 tahun oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikro) Jakarta karena kasus korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
Putusan itu dikuatkan di tingkat banding dan tingkat kasasi. Selain itu, Andi juga dihukum denda membayar Rp 200 juta.
Andi juga sudah mengajukan kasasi. Namun majelis hakim agung MA yang terdiri dari Zaharuddin Utama, Krisna Harahap dan Surachmin, menolaknya.
Hakim agung Krisna Harahap menuturkan, salah satu alasan Majelis Hakim menolak kasasi Andi Mallarangeng karena padanya melekat tanggung jawab sebagai Pengguna Anggaran (PA). Meski mandatnya telah dilimpahkan kepada Wafid Muharam sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
"Oleh karena itu, penanggung jawab utama dalam perkara pembangunan proyek Hambalang yang menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp 464.391.000.000 itu tetap Andi Malarangeng," jelas Krisna kepada.
Majelis Hakim berpendapat pelimpahan kewenangan dalam bentuk delegasi tidak diperkenankan dalam hubungan hierarki kepegawaian. "Pelimpahan dari seorang atasan kepada bawahan seperti Menteri kepada Sekjen, merupakan pelimpahan dalam bentuk mandat sehingga tanggung jawab tetap di tangan pemberi mandat," ujar Krisna.
Andi bersikeras menyatakan dirinya tidak bersalah dalam kasus Hambalang. Ia berdalih sama sekali tidak pernah menerima uang dari Choel Mallarangeng Rp4 miliar dan 550 ribu dolar Amerika.
Andi juga mengisyaratkan bahwa yang seharusnya ditahan KPK adalah adik kandungnya sendiri, Choel. "Dalam perkara pidana, siapa yang berbuat dia yang bertanggung jawab. Tidak bisa adiknya berbuat, lalu saya yang bertanggung jawab," ujarnya.
Pada 21 Desember 2015, KPK menetapkan Choel sebagai tersangka. Sebulan kemudian, pendiri Fox Indonesia itu menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka. Saat itu Choel telah membawa koper kecil berisi pakaian. Namun penyidik KPK memutuskan belum akan menahannya.
Baru setahun kemudian, pada 6 Februari 2017, KPK menahan Choel. "Syukur alhamdulillah. Hari ini telah diputuskan untuk memulai masa tahanan. Masa yang telah saya tunggu sekian lama. Lima tahun terkatung-katung," kata Choel, yang telah mengenakan rompi tahanan berwarna oranye saat hendak digiring ke tahanan. (rm)