
NUSANEWS, JAKARTA - Presiden Jokowi dan Golkar kena getah kekalahan Ahok di Pilgub DKI. Penelitian terbaru Lembaga Survei Indoneisa (LSI) Denny JA mengungkap, akibat kekalahan Ahok, popularitas keduanya menurun.
Dalam penelitian yang belum dirilis ini, diketahui efek Pilkada DKI ternyata mempengaruhi basis positioning sejumlah pihak pendukung Ahok. "Untuk partai salah satunya Golkar, sementara dari segi tokoh, Pak Jokowi juga mengalami penurunan," ujar peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, saat berbincang kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Adjie, efek Pilkada DKI layak diteliti karena terhitung fenomenal. Dalam perjalanannya, Pilkada Ibukota ini diwarnai beragam peristiwa. Salah satu yang menyita perhatian adalah proses hukum Ahok atas pidatonya di Kepulauan Seribu, September 2016 yang dianggap menyakiti hati umat Islam.
Alhasil, Ahok harus melakoni dua kegiatan sekaligus. Berkampanye, dan menjalani persidangan karena menjadi tersangka penistaaan agama. Di satu sisi, gelombang demonstrasi bertajuk Aksi Bela Islam secara berkala terjadi di Ibukota. Hingga akhirnya, Ahok kalah segalanya. Kalah di Pilkada dan kalah di pengadilan.
Nah, kekalahan Ahok ini ternyata berdampak kepada popularitas para pendukung Ahok. Mulai dari Jokowi hingga Golkar. Keduanya, dianggap mengalami penurunan dukungan dari masyarakat.
Padahal di awal memerintah, popularitas Jokowi terus melambung. Puncaknya terjadi Maret lalu, tepat 2,5 tahun Jokowi-JK memerintah. Lembaga survei Indo Barometer merilis tingkat kepuasan masyarakat kepada Jokowi-JK mencapai angka 66,4 persen.
Tapi angka-angka di atas terlihat melorot usai Pilkada DKI. Salah satu penyebabnya, banyak masyarakat yang menganggap Jokowi turut mendukung dan membela Ahok. Baik dalam konteks Pilkada maupun kasus yang membelit Ahok.
"Kita tanya apakah dukungan Jokowi ke Ahok akan berpengaruh dukungan mereka ke Jokowi? Itu sekitar 30 persen menyatakan berpengaruh. Artinya, mempengaruhi dukungan mereka ke Jokowi karena hubungan Jokowi ke Ahok," jelas Adjie.
Meski begitu, Adjie enggan menyampaikan spesifik berapa persen penurunan popularitas Jokowi. Namun, dia memastikan tidak terlalu besar. "Angka persisnya nanti kami rilis," tegasnya.
Tidak hanya Jokowi, Golkar juga kena getahnya. Popularitas Beringin turun jika dibanding pada Oktober 2016. Kabar kurang sedap ini, telah disampaikan langsung kepada kubu beringin saat Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar pada 21 Mei 2017 lalu di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Dari hasil survei itu terlihat, sebelum pelaksanaan Munaslub pada April 2016 elektabilitas Golkar berada pada angka 12,2 persen. Angka ini terus naik ke angka 15,3 persen saat Beringin menetapkan Jokowi sebagai capres jagoan mereka di 2019.
Namun angka ini kemudian turun saat partai yang dikomandoi Setya Novanto ini ikut mendukung Ahok-Djarot di Pilgub DKI. Tercatat pada Maret 2017 elektabilitas Golkar kembali ke angka 13,5 persen.
Meski mengalami penurunan, menurut Adjie elektabilitas Golkar masih bisa mengalami naik kembali (reborn). Salah satunya bisa dilakukan jika Golkar meraih kemenangan maksimal di Pilkada serentak 2018.
Wasekjen Golkar Ace Hasan Syadzily mengamini popularitas beringin turun pasca dukungan terhadap Ahok. Namun, dia optimistis elektabilitas partainya akan kembali naik di Pilpres 2019.
"Kami sangat optimis bisa kembali menaikkan elektabilitas dalam Pemilu 2019. Kami telah mempersiapkan berbagai strategi," ujar Ace kepada wartawan, kemarin.
Pengamat politik dari Universitas Parahiyangan Bandung, Prof. Asep Warlan Yusuf mengatakan Jokowi saat ini dalam posisi terkena imbas kekalahan Ahok dalam Pilkada Jakarta. Baginya, suka tidak suka, stigma Jokowi mendukung pertahan Pilgub DKI terbangun di masyarakat. "Ya, Jokowi dan Golkar seperti kena getahnya Ahok," ujar Asep.
Menurutnya, wajar saja popularitas seorang tokoh turun ketika kalah menjagokan di Pilkada DKI. Pasalnya, DKI bisa dikategorikan RI 3. Salah satu pertarungan terbesar di Pilkada Jakarta. (rm)